KREATIVITAS PADA ANAK ADHD (Attention Defisit and Hyperactivity Disorder)
(Anak ADHD Yang Memiliki Kreativitas Dalam Bidang Musik)
Anak adalah titipan Tuhan Bagi setiap orang, makna memiliki seorang anak adalah hal yang tidak tergantikan dengan harta apapun di dunia ini. Setiap orangtua selalu berdoa dan berharap agar memiliki seorang anak yang sehat, baik secara fisik maupun sehat secara psikologis. Oleh karrena itu seorang ibu akan selalu menjaga si anak tersebut sejak ia masih berada dalam kandungan hingga ia lahir dan bahkan hingga ia memasuki masa-masa peralihan dari usia remaja ke masa dewasa (Hurlock, 1998).
Namun, tidak semua orangtua memiliki harapan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Bahkan ada beberapa orang tua yang harus ikhlas dan menerima seorang nak anak ketika anak tersebut tumbuh dalam kondisi dan skeadaan fisik ataupun kondisi psikologis yang tidak normal. Salah satunya adalah memiliki anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD).
Hiperaktif adalah suatu kondisi dimana anak tidak bisa diam untuk beberapa waktu sekalipun atau mempunyai taraf aktivitas berlebihan. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention definit and hyperactivity disorder (ADHD), kondisi ini disebut juga gangguan kinetik (dahulu minimal brain disfungsion syndrome).
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sebenarnya sudah dikenal lama oleh masyarakat, tetapi dengan istilah yang berbeda. Sejarah gangguan ADHD/GPPH telah mendapatkan berbagai label, mencerminkan berbagai pandangan tentang penyebab (etiologi) nya. Apabila melihat terminologinya, kita dapat mengelompokannya menjadi dua. Kelompok pertama, dengan istilah “Minimal Brain Damage” dan “Minimal Brain Dysfunction”; mencerminkan gagasan mengenai asumsi tentang penyebab (etiologi) gangguan, dan kedua, dengan terminologi seperti “Hyperkinetik Reactions of Childhood”.”Hyperkinetik Child Sydrome”, dan “Attention Deficit Hyperactivity Disorder”; menggambarkan tingkah laku yang dilihat dalam gangguan ini. (DeClerq dalam Mulyono , 2003).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attension Definit Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam, bahkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran dikelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan pada umumnya disukai anak-anak seusia mereka, sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain. Ini mengandung arti bahwa dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka cenderung tidak memperoleh kepuasan sebanyak yang dikehendaki. (Taylor, 1998).
Hiperaktif pada anak merupakan gangguan tingkah laku, yaitu bereaksi lebih cepat terhadap suatu rangsangan dan timbul kelelahan akan lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak yang normal (Osman, 2002).
Sebuah kondisi hiperkatif, tidak dapat diketahui secara langsung sejak individu lahir. Pada umumnya gejala-gejala hiperaktif (ADHD) baru muncul atau terlihat ketika ia memasuki usia 1 tahun. Dan perilaku hiperaktif yang munculpun belum dapat dikategorikan sebagai perilaku hiperaktif (ADHD), karena untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan, observasi lebih lanjut lagi oleh seorang ahli (Psikolog Anak) (Siswadi, 2004).
Disnilah peran aktif orang tua untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai gejala-gejala atau semua hal yang berkaitan dengan hiperkatif ataupun gangguan pemusatan perhatian (ADHD). Sehingga anak yang memiliki gejala awal hiperaktif dapat diberikan penanganan lebih awal lagi oleh ahli yang terkait.
Simanjutak dan Pasaribu (1984) menjelaskan beberapa ciri umum seorang anak apat dikategorikan mengalami gangguan hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (Impulsiviness), antara lain : suka memainkan tangan atau kaki mengeliat-geliat ditempat duduk, meninggalkan tempat duduk dikelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia diharuskan duduk tenang, suka berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi diman perilaku itu tidak tepat, terus menerus “sibuk” atau perilaku seakan-akan “digerakan oleh tenaga motor”, bicara tanpa henti, menjawab pertanyan tanpa berfikir sebelum pertanyaan tersebut selesai, mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan yang terstruktur lain, enggangu orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan).
Eisenberg (dalam simanjuntak & Pasaribu, 1984) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak hiperaktif yang terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Segi motorik
Anak tersebut selalu bergerak, tidak dapat duduk tenang dengan sesaat, anggota badannya selalu bergerak, meraba sesutu yang terlihat olehnya. Dalam kelompoknya anak hiperaktif selalu menarik perhatian karena menunjukan aktivitas yang berlebihan.
b. Segi sensori
Anak hiperaktif mempunyai perhatian yang kurang, dan mudah dialihkan. Anak hiperaktif seolah-olah tidak pernah menghiraukan isyarat dan teguran yang diberiakan padanya. Perhatiannya tearah dari satu objek keobjek yang lain yang disenanginya atau anak tersebut mempunyai short attention span (perhatian pada suatu objek/ objek hanya berlangsung untuk waktu yang singkat).
Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung secara konstan dan bersifat konsisten, sehingga hal ini benar-benar dapat mengganggu kehidupan keseharian anak tersebut. Dampak yang diakibakan dari gangguan ini antar lain : anak menjadi terhambat dalam proses berpir dan proses belajar, karena ia memiliki gangguan pemusatan perhatian, yang membuat ia tidak fokus pada pelajaran apapun yang diberikan oleh orang tuanya ataupun oleh gurunya (Osman, 2002).
Andres (dalam Rahmat, 2003) menjelaskan bahwa banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak penderita ADHD. Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut (): Faktor Resiko biologis, yang terdiri dari adanya kehamilan yang terganggu, prematuritas, berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit keluarga. Faktor resiko psikososial, mencakup antara lain : keintiman keluarga termasuk ekspresi emosi, status anak dalam kelurga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah anggota keluarga.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Suryana (2004), berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain adalah :
a. Permisif (pemanjaan)
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak secara manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, memenuhi keinginan dan kebutuhanya, dan sebagainya. Biasanya anak yang dimanja diberikan pengarahan yang kurang dan sulit bergaul dengan teman sebayanya karena ingin menang sendiri,tidak punya tanggung jawab, berbuat sesuka hatinya , serta sering membantah.
b. Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hati, sebab perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua.
c. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi pada kesenangan umumnya memiliki ciri-ciri hiperaktif secar sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda sehingga mau untuk mendengarkan dan menyesuaikan diri, serta ingin memuaskan kebutuhan kebutuhan atau keinginanya sendiri.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki oleh anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), ternyata juga terdapat hal-hal positif yang dapat kita temukan pada anak-anak penderita Hiperaktif tersebut. Ada beberapa anak-anak penderita ADHD, ternyata memiliki bakat dan kemampuan khusus dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, bermusik, olah raga dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada bakat dan kreativitas dalam hal bermusik.
Ada beberapa anak penderita ADHD yang terdapat di beberapa klinik dan sekolah khusus, memiliki bakat-bakat tertentu dalam berbagai bidang tertentu. Sekolah ini dibangun khusus untuk mengasah dan mengembangkan bakat-bakat tersembunyi yang dimiliki oleh anak yang menderita ADHD tersebut. Dengan harapan kreativitas dan kemampuan tersebut dapat meminimalisir perilaku hiperaktif yang sering muncul pada anak tersebut (Simanjutak dan Pasaribu, 1984).
Menurut Haris & Liebert (1987), seorang anak penderita ADHD biasanya memiliki minat pada satu aktivitas tertentu. Aktivitas tersebut nerupakan aktivitas yang paling sering ia lakukan dan paling sering kita lihat. Contohnya, anak tersebut sering terlihat memainkan bola tanpa lelah dan kenal waktu, anak tersebut sering juga terlihat memainkan alat musik tertentu (seruling, drum), dan sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa, mereka juga memiliki minat dan bakat-bakat tertentu yang terpendam.
Lebih lanjut lagi Haris & Liebert (1987) menjelaskan bahwa, orang tua dan kalangan pendidik harus cermat dan lebih teliti lagi untuk mengenali minat dan bakat-bakat terpendam tersebut. Yang nantinya orang tua/pendidik bertindak sebagai pembimbing, mengarahkan serta memberikan fasilitas untuk menunjang dan mengasah minat dan bakat terpendam tersebut, yang tentu saja dibantu oleh seorang ahli (psikolog anak/dokter anak).
Osman (2002), menemukan bahwa penanganan yang tepat terhadap anak penderita ADHD, akan mampu meminimalisir dan mengurangi perilaku hiperaktif yang ada pada anak tersebut. Karena secara langsung mereka diarahkan untuk bisa fokus pada satu atau beberapa bidang tertentu dan aktivitas tertentu.
Osman (2002) juga menemukan bahwa anak-anak penderita ADHD yang memiliki bakat-bakat khusus, ternyata berprestasi dalam bidang yang digelutinya. Hal ini disebabkan karena mereka memang terfokus untuk melatih dan mengembangkan bakat dan keahlian tersebut. Sehingga tidak heran jika anak tersebut menjadi anak yang mahir dan bahkan memiliki bakat yang melebihi anak normal pada umumnya.
KOMENTAR SAYA:
Menurut saya, anak-anak penderita gangguan ADHD adalah sesuatu hal yang ada dan memang terjadi di sekitar kita. anak-anak dengan ADHD sama saja dengan anak-anak normal lainnya, yang membuat mereka berbeda adalah perilaku keseharian mereka yang mungkin cenderung lebih impulsif dan meledak-ledak secara emosional. hal tersebut dapat dimaklumi , karena mereka secara perilaku memang berbeda. namun jika kita melihat dari sudut pandang lain, misalnya kita melihat bahwa kemampuan kognitif dan intelektual mereka sangat baik, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.
Anak-anak penderita ADHD biasanya memiliki aktivitas tertentu yang unik dan khas, yang biasanya sering mereka lakukan atau tampilkan. perilaku atau aktivitas tersebut bersifat konstan, stabil dan cenderung konsisten. mereka bisa melkuakn akltivitas atau perilaku yang sama selama berjam-jam lamanya.
namun perilaku mengulang tersebut ternyata memang bisa membuat mereka nyaman, bahkan mereka tampak mahir melakukannya.
sebagai contoh, pada kasus-kasus tertentu ada beberapa anak penderita ADHD memiliki bakat dalam bidang musik, entah itu memainkan suatu alat musik atau bahkan bakat dalam bernyanyi. hal tersebut mereka lakukan karena dengan bermain musik, hal tersebut membuat mereka tenang dan nyaman. mereka mendapatkan suatu ketenangan yang mengasyikan, yang jika tidak mereka lakukan mereka akan menangis atau bahkan melakukan hal-hal yang buruk.
sebagai orang tua atau pendidik, justru harus bisa mengarahkan bakat musik tersebut kearah yang lebih baik, kita bisa membimbing mereka, mengarahkan, mengajarkan dan juga memberikan fasilitas yang dapat menunjang hal tersebut. perlahan-lahan proses belajar tersebut akan membuat anak tersebut mahir dalam bidang musik.
karean tidak sedkit anak-anak dengan ADHD, memang jenius dan sangat berbakat dalam bidang-bidang tertentu, yang dalam hal ini adalah bidang musik.
Daftar Pustaka:
Hurlock, E. (1998). Children language acquasition. Journal of social psychology & personality. Volume. 09. Num. 23. November. Washington DC: American Psychological Association.
Mulyono, H. (2003). JPS : Motivasi belajar pada anak-anak penderita ADHD. Jurnal Psikologi Sosial. Volume 3, No. 09. Jakarta : Fakultas Psikologi UI
Taylor, R. (1998). The child as citizen: implications for the science and practice of child development. Journal of international society for the study of behavioral development. Number 2 Serial No. 38. Ontario: Canada
Osman, D. (2002). Emotion, obedience, adjusment & crime: Studies of Childrens in New York City. New York : Academic Press.
Siswadi, U. (2004). Hubungan antara iklim kelas, kreativitas, motivasi berprestasi dengan prestasi belajar anak penderita ADHD di panti asuhan. Tesis.(Tidak Diterbitkan). Jakarta : Universitas Katolik Atma Jaya.
Simanjuntak, R J., & Pasaribu, T. (1984). Psikologi Abnormal: Sebuah pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rahmat, W. (2003). Mensikapi perubahan anak dan remaja dengan dramatis. Yogyakarta: Jalasutra
Suryana, T. (2004). Abnormalitas pada anak. Jakarta: Balai Pustaka
Haris, L., & Liebert, M. (1987). The Child. New York: McGraw Hill, Inc
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar