Diet Sehat: Rahasia Umur Panjang
Tahukah Anda bahwa makanan yang kita makan memberikan pengaruh yang besar terhadap kesehatan kita?
Makanan yang kita makan dapat menolong kita hidup sehat dan berumur panjang. Makanan yang kita makan dapat melindungi kita dari sakit jantung, kanker, diabetes, dan masalah kegemukan. Makanan juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan influenza ataupun infeksi virus atau bakteri lainnya.
Yang menjadi pertanyaan adalah makanan yang bagaimana yang dapat melindungi kita dari berbagai macam penyakit? Makanan apa yang dapat menolong kita bebas dari masalah kegemukan dan yang dapat membuat kita berumur panjang?
Jawabnya adalah diet sehat. Diet sehat merupakan rahasia umur panjang. Diet sehat membuat kita terhindar dari berbagai penyakit yang mematikan. Diet sehat juga dapat membantu tubuh kita mengoptimalkan tingkat energi yang berguna untuk mengatasi masalah stress.
Lalu pola diet yang bagaimana yang termasuk dalam kategori diet sehat? Apa yang mesti kita upayakan untuk mengikuti cara hidup sehat supaya kita dapat merasakan manfaat diet dalam hidup kita? Dengan gamblang, segala sesuatu yang berkenaan dengan diet sehat termasuk pola diet sehat dan tips diet sehat dibahas disini.
Apakah diet sehat itu? Apakah semua program diet yang dikenal di masyarakat adalah diet sehat?
Sebelum kita mempelajari apa diet sehat itu, kita melihat terlebih dahulu apa arti kata “diet” sebenarnya.
Menurut Ensiklopedia Webster’s New World, diet adalah suatu seleksi makanan untuk orang tertentu. Diet khusus mungkin disarankan untuk alasan medis, untuk menyeimbangkan, untuk membatasi, atau untuk meningkatkan nutrisi tertentu. Diet juga dilakukan untuk menurunkan berat badan, yaitu dengan mengurangi asupan kalori atau pemilihan makanan tertentu. Diet tertentu juga diikuti karena latar belakang agama, moral, atau alasan ekstetika.
Jelas bahwa diet yang lebih populer untuk tujuan melangsingkan tubuh, sebenarnya juga dilakukan untuk beberapa alasan lainnya. Makanan yang kita makan dapat menolong kita tidak terkena penyakit tertentu, bahkan dapat mengobati berbagai macam penyakit.
Berbagai jenis diet berikut merupakan jenis-jenis diet dengan beragam alasan.
1. diet Vegetarian
* dilatar-belakangi oleh agama dan alasan moral dan kemanusiaan.
2. diet Vegan
* dilatar-belakangi oleh agama dan alasan moral dan kemanusiaan.
3. Dr. Hay diet
* dilatar-belakangi oleh alasan medis dan menurunkan berat badan
4. diet macrobiotic
* dilatar-belakangi oleh alasan kesehatan dan umur panjang
5. diet fruitarian
* dilatar-belakangi oleh alasan medis, seperti penderita alergi
6. diet Yahudi (kosher)
* dilatar-belakangi oleh hukum agama dan adat
7. diet Islam (halal)
* dilatar-belakangi oleh tuntutan agama
8. diet Atkins
* dilatar-belakangi oleh tujuan menurunkan berat badan
9. diet golongan darah
* dilatar-belakangi oleh tujuan hidup sehat dan menurunkan berat badan
10. soup cabbage diet
* dilatar-belakangi oleh tujuan menurunkan berat badan
Jadi, apakah semua jenis diet diatas adalah diet sehat?
Untuk menjawab pertanyaan apakah semua jenis diet untuk beragam latar belakang yang disebut diatas adalah diet sehat, kita perlu melihat komposisi pilihan makanan di dalam jenis diet itu. Kita perlu mempelajari kriteria dalam diet sehat. Kriteria diet sehat terletak pada nilai asupan gizi dari pemilihan makanan tertentu sebagai program diet. Bila nutrisi yang terkandung dalam makanan tidak memenuhi standar kriteria diet sehat, maka pelaku diet perlu menyadari dan tidak meneruskan pola diet yang demikian. Jadi, tidak semua jenis diet adalah diet sehat.
Apa kriteria pola diet yang seimbang?
Diet sehat adalah diet seimbang yang mengandung
• banyak serat sayuran
• karbohidrat kompleks
• vitamin, mineral
• enzim
• minyak tidak jenuh yang dapat menjaga keseimbangan level kolesterol dalam darah
Makanan pada dasarnya merupakan sumber energi bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Makanan mengandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Adapun nutrisi yang terkandung dalam makanan adalah karbohidrat, gula, serat, protein, dan lemak, dan juga vitamin serta mineral. Tiap-tiap zat mempunyai fungsi yang berbeda. Karbohidrat, protein dan lemak, misalnya berfungsi sebagai sumber utama energi, sementara serat berfungsi untuk membantu proses pencernaan. Tanpa serat yang cukup, proses pencernaan akan terganggu. Demikian pula dengan vitamin dan mineral yang mempunyai tugas yang sangat penting yaitu mengoptimalkan proses pencernaan dan penyerapan makanan.
Menu diet sehat adalah diet seimbang yang mengandung banyak serat sayuran. Menu diet sehat tidak mengandung banyak lemak jenuh berasal dari binatang. Dalam proses metabolisme, lemak diperlukan dalam jumlah yang sedikit, jadi bila terjadi kelebihan asupan lemak, maka kelebihan lemak ditimbun dalam tubuh dan tersimpan dalam pembuluh darah. Dampak buruk dari penumpukan lemak dalam tubuh adalah timbulnya cholesterol pada dinding-dinding pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Ini sangat membahayakan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian.
Bagaimana mengaplikasikan pola diet sehat?
Diet sehat adalah rahasia hidup sehat dan umur panjang, yang dirindukan oleh semua orang. Sayangnya, banyak orang yang menginginkan hidup sehat dan umur panjang, namun mereka enggan atau bahkan tidak tahu bagaimana menerapkan cara diet sehat ini. Sering kesadaran akan megikuti pola diet sehat muncul setelah sudah dihinggapi berbagai penyakit.
Memang mengikuti pola diet sehat bukanlah hal yang mudah, terlebih bila kita sudah bertahun-tahun mempunyai kebiasaan makan tertentu. Memilih-milih makanan lezat tanpa mempedulikan apakah makanan yang kita makan masuk dalam kriteria diet sehat atau tidak.
Sebenarnya, bila kita mengikuti pola diet sehat bukanlah berarti bahwa kita hanya makan sayur atau menjadi vegetarian; bukan pula berarti bahwa kita mengkonsumsi beras merah seumur hidup kita. Memilih diet sehat bukan berarti kita mengucapkan selamat tinggal kepada makanan-makanan enak dan lezat yang biasa kita nikmati.
Mengikuti pola diet sehat sebaliknya dimulai dengan mengadakan perubahan-perubahan kecil pada makanan yang kita pilih, juga pada cara kita mempersiapkan makanan. Jadi, diet sehat bukanlah masalah makanan baik atau buruk, makanan sehat atau tidak sehat. Tetapi diet sehat lebih berbicara tentang keseimbangan, pembatasan, dan variasi makanan.
Keseimbangan
Diet seimbang sangat diperlukan sebagai unsur pola diet sehat. Diet seimbang juga berarti tidak ada makanan yang dilarang, mengingat setiap makanan mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun beberapa jenis makanan mesti dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak, misalnya sayur dan buah, daging tanpa lemak, ikan.
Pembatasan
Pembatasan makanan tertentu perlu dilakukan mengingat kebutuhan tubuh akan unsur tertentu (misal lemak) dalam proses metabolisme tidaklah banyak.
Variasi Mengkonsumsi makanan bervariasi merupakan hal yang penting dalam diet sehat. Dengan mengkonsumi beragam makanan, tubuh akan mendapatkan persediaan nutrisi yang lengkap. Hal ini berguna bagi kesehatan.
Dapatkah diet sehat menurunkan berat badan?
Kelebihan berat badan terjadi karena makanan yang kita makan mengandung kalori yang lebih besar dari kalori yang kita habiskan dalam beraktivits. Kalori yang besar terdapat pada lemak, gula, dan karbohidrat. Jelas bahwa pola makan tinggi lemak, gula, dan karbohidrat akan mengakibatkan kenaikan berat badan. Diet sehat meliputi makan seimbang dengan pembatasan dan variasi; Dengan pembatasan makanan tinggi lemak, gula, dan karbohidrat dan memperbanyak konsumsi buah dan sayur, penurunan berat badan akan terjadi dengan sendirinya.
Kita tahu bahwa buah dan sayur tidak mengandung kalori yang tinggi; sebaliknya, buah dan sayur mengandung serat makanan yang tinggi yang mempunyai peranan sangat penting dalam sistem pencernaan. Selain itu, buah dan sayur juga mengandung vitamin dan mineral yang membantu proses penyerapan makanan. Kandungan yang lain adalah zat-zat phytochemical yang mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan kita, misalkan sebagai antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari kerusakan sel. Kerusakan sel oleh radikal bebas adalah penyebab terjadinya kanker.
Dengan memahami kriteria diet sehat, ketika ingin menurunkan berat badan, kita dapat menyeleksi program diet apa yang mesti kita ikuti. Ada beberapa program diet yang tidak masuk dalam daftar kriteria diet sehat. Cabbage Soup Diet (Diet sup kobis) dan 3-day diet adalah contoh program diet yang tidak termasuk dalam kriteria diet sehat.
Ada banyak variasi program diet yang tidak mempunyai pola tertentu, dimana kita dapat menentukan apa yang kita makan dan pada saat yang bersamaan kita sedang menjalankan diet sehat untuk menurunkan berat badan. Misalkan pada teknik diet Food Combining dan Dr. Hay diet, kita dapat menerapkan ilmu yang telah kita pelajarari mengenai kriteria diet sehat dengan mengikuti prinsip-prinsip diet dalam Food Combining. Contoh lainnya adalah diet menurut golongan darah: Eat Right 4 Your Type. Kita bisa mengaplikasikan cara diet sehat dengan petunjuk-petunjuk makanan yang dapat menurunkan berat badan dalam artikel diet golongan darah ini .
Kapan diet sehat mulai dipraktekkan oleh umat manusia di dunia?
Diet sehat sudah ada dan diikuti oleh manusia sejak manusia pertama kali diciptakan. Ketika manusia belum mampu memproses makanan dengan berbagai cara memasak dengan api, manusia mengkonsumsi buah dan sayur. Kita tahu bahwa konsumsi buah dan sayur merupakan pola diet sehat. Pada zaman dulu, belum ada bumbu pelezat makanan seperti monosodium glutamate (MSG), zat kimia yang membuat makanan terasa lezat. Ketika itu, berbeda dengan sekarang, manusia belum begitu mempunyai keahlian mengolah masakan dengan campuran lemak. Dengan begitu, manusia-manusia pertama yang hidup di bumi benar-benar menerapkan pole diet sehat.
Siapa saja yang mesti mengikuti pola diet sehat?
Semua orang dengan semua tingkat usia perlu mengikuti pola diet sehat. Diet sehat seharusnya dimulai sejak usia yang sangat dini. Bahkan bayi usia 6 bulan keatas sudah dianjurkan mengkonsumsi sari buah. Kita setuju bahwa diet bayi adalah diet sehat pertama yang dilakukan orang-tua untuk buah hatinya. Diet sehat yang seimbang, dengan pembatasan dan variasi sangat diperlukan untuk masa pertumbuhan anak-anak sampai remaja.
Diet anak mengacu pada pola makan tertentu yang didesain untuk mengoptimalkan anak-anak tumbuh kembang. Selanjutnya, diet remaja juga mempunyai ciri tertentu. Diet untuk anak, diet untuk remaja berbeda dengan diet orang dewasa, karena anak-anak dan remaja memerlukan gizi yang lebih banyak untuk masa pertumbuhan mereka. Gizi anak dan gizi remaja harus berada pada tingkat kecukupan tertentu untuk mendukung aktifitas mereka yang cukup tinggi.
Diet sehat dengan unsur yang seimbang, pembatasan dan variasi juga sangat diperlukan oleh orang dewasa supaya bisa terbebas dari resiko kegemukan, sakit jantung, diabetes, bahkan kanker. Walaupun bagi penderita penyakit tertentu, pembatasan yang ketat menjadi keharusan. Misalkan pembatasan konsumsi lemak jenuh (saturated) pada seorang penderita jantung koroner dengan tingkat penyumbatan sampai 50%. Demikian pula dengan seorang penderita diabetes mellitus atau kencing manis, perlu membatasi konsumsi gula dalam asupan makanannya.
Terbukti bahwa diet sehat rendah lemak, kaya serat sayuran dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah pada penderita kolesterol. Konsumsi omega 3 setiap hari juga sangat berperan dalam menurunkan level trigliserida dalam darah.
10 Tips Diet Sehat
1. Mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayuran setiap hari.
• Buah dan sayur dapat dikonsumsi sebagai snack, di sela-sela makan pagi, makan siang, dan makan malam
• Buah dapat dikonsumsi 2X dan sayur 3X
2. Makan 2 sampai 4 porsi makanan protein setiap hari
• Makanan sumber protein: hewani (ikan, produk dairy: susu dan telor) dan nabati (produk soya, kacang-kacangan)
3. Makan paling sedikit 2 porsi ikan kaya omega 3
4. Kurangi konsumsi lemak, teristimewa lemak jenuh bersumber pada daging binatang
• Gantikan dengan pemakaian minyak zaitun (olive)
• Pakai minyak olive sebagai salad dressing, pengganti mayones
• Pilih daging atau ayam tanpa lemak
5. Kurangi konsumsi gula secara berlebihan
• tambahkan gula secukupnya pada jus, atau pakai campuran buah berasa manis pada jus buah dengan rasa asam
• ganti minuman bersirup dengan air putih atau teh tawar
• minuman bersoda mengandung kadar gula yang tinggi
6. Pilih bahan karbohidrat kaya serat, seperti roti wholemeal dan sereal whole grain
7. Minum banyak air (1,75 liter sehari)
• sebanyak 6 sampai 8 gelas sehari (1,75 liter)
8. Konsumsi 2 porsi makanan produk dairy (susu & telor) dan yoghurt rendah lemak.
9. Kurangi pemakaian garam; hindari penggunaan garam meja
10. Kurangi konsumsi makanan cepat saji/ fast food sampai kurang dari seminggu sekali
• Fast food mengandung banyak lemak jenuh dan hanya terdapat sedikit nutrisi penting, seperti serat, vitamin, dan mineral (terutama kalsium)
Jumat, 26 Februari 2010
TIPS-TIPS MENGANTISIPASI STRES KERJA
Mengantisipasi Stress Kerja
Kategori Organisasi Industri
Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 12 November 2005
Sebab Faktual & Mental
Konon, di negara maju, problem stress kerja ini mendominasi isu lain yang terkait dengan stress, misalnya stress keluarga, stress keuangan atau stress lainnya. Bagaimana kalau di Indonesia?
Terlepas itu menjadi dominan atau tidak, tapi kita semua tahu bahwa stress kerja ini kerap menjangkiti banyak pihak di tempat kerja. Dari sejumlah penjelasan para ahli, stress kerja ini bisa menimbulkan dampak baik, tapi sekaligus buruk bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Orang yang terkena stress kerja (dengan catatan, tidak bisa menanggulanginya) cenderung jadi tidak produktif, tidak tertantang untuk menunjukkan kehebatannya, secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya, malas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin pindah tetapi tidak pindah-pindah, dan seterusnya. Secara kalkulasi manajemen, tentu saja ini merugikan organisasi. Apalagi jika si penderita stress kerja ini jumlahnya banyak di suatu tempat.
Selain terkait dengan menurunnya produktivitas, stress kerja konon juga bisa mengurangi kekebalan tubuh. Karena itu, ada kemungkinan bahwa si penderita ini gampang terkena sakit, dari mulai yang berstadium rendah sampai ke yang berstadium tinggi. Sedikit-sedikit minta izin atau sering tidak masuk kantor. Ini jelas merugikan yang bersangkutan dan juga perusahaan. Stress kerja juga bisa mengganggu komunikasi atau hubungan, baik itu interpersonal dan intrapersonal.
Paradok yang kerap dialami para penderita stress, adalah saat memerlukan bantuan orang lain, akan tetapi dia tidak mampu mengekspresikannya atau melakukannya dengan baik. Akibatnya mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengacaukan suasana keakraban, komunikasi yang agresif atau submisif, apatis, dan lain-lain. Karena itu, hubungannya gampang berantakan di tengah jalan, gampang putus, atau gampang ngambek.
Apa itu stress kerja dan dari mana timbul?
Dengan bahasa yang sederhana, stress kerja bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka lima tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka sembilan, maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stress kerja.
Dengan pengertian seperti di atas, berarti yang menyebabkan seseorang terkena stress kerja itu ada dua.
Pertama,
karena manajemen, organisasi, atasan, atau pimpinan yang memberikan tugas melebihi kemampuan riil yang dimiliki karyawan. Ini bisa kita sebut sebab faktual. Secara fakta, orang itu benar-benar mendapat tugas atau pekerjaan yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuannya.
Kedua,
karena si karyawan sendiri. Kalau orang itu malas-masalan, biasa berpikir negatif, atau tidak mau belajar, mau enaknya saja, ya biasanya dikasih tugas sedikit lebih saja sudah menggerutu, sudah ngomong tidak bisa, tidak mampu, dan seterusnya. Ini bisa kita sebut sebab mental. Secara mental memang karyawan seperti itu perlu diperbaiki.
Dengan kata lain, stress kerja bisa timbul karena kondisi kerja (the work condition) dan kualitas si pekerja (the personal quality). Jika suatu organisasi tidak memiliki standar manajemen yang mengatur lalu lintas pekerjaan, ini mungkin akan menimbulkan stress kerja bagi orang-orang tertentu. Standar manajemen kerja yang tidak jelas akan menciptakan kondisi di mana ada orang-orang tertentu yang kebanjiran pekerjaan tetapi ada juga yang krisis tugas. Standar manajemen kerja yang tidak jelas akan menciptakan kondisi di mana ada orang-orang tertentu yang diberi tanggung jawab melebihi kapasitasnya. Ini yang terkait dengan work condition.
Adapun yang terkait dengan personal quality, misalnya saja, karyawan yang memiliki motivasi kerja bagus, memiliki tujuan karir yang lebih panjang, memiliki kebutuhan berprestasi yang lebih kuat, dan seterunya, akan lebih mudah untuk menyimpulkan target atau tugas sebagai tantangan (challenge), bukan sebagai tekanan (stressful). Stress kerja yang dialami pun menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya.
Ini beda dengan karyawan yang memiliki motivasi rendah, memiliki tujuan karir yang pendek (hanya asal bisa menerima gaji atau asal tidak nganggur), atau memiliki kebutuhan berprestasi yang kurang kuat. Karyawan tipe kedua ini akan mudah berkesimpulan bahwa tugas atau target yang diberikan kepadanya sebagai stressor. Karyawan tipe ini gampang pusing, gampang bingung, gampang merasa tertekan.
Untuk Para Pimpinan
Kalau mengacu pada laporan ILO (Condition of Work Digest, Vol. 11/2, ILO Publication Center) kondisi kerja yang bisa digambarkan dengan penjelasan di bawah ini akan berpotensi menimbulkan stress kerja:
Pertama adalah desain tugas / pekerjaan yang stressful. Ini misalnya beban kerja yang terlalu berat, kurang ada waktu untuk istirahat, jam kerja yang terlalu panjang, rutinitas yang membosankan atau target yang sulit dicapai berdasarkan kemampuan yang dimiliki pekerja (unrealistic goal or target)
Kedua adalah gaya manajemen yang stressful. Ini misalnya kurang melibatkan pekerja dalam proses mengambil keputusan, komunikasi yang kurang mencair atau kebijakan manajemen yang terlalu kejam (lack of family-friendly policies) yang hanya mementingkan faktor efisiensi dan mengabaikan faktor manusiawi.
Ketiga adalah hubungan interpersonal yang tidak kondusif. Ini misalnya terlalu banyak konflik antarindividu, kurang bersahabat antarsesama, krisis toleransi, dan seterusnya. Konon, miliu kerja yang sudah mencekam seperti ini tidak saja berakibat pada hambarnya suasana kerja antarpekerja, tetapi juga berimbas pada bagaimana orang-orang di dalam organisasi itu melayani orang lain, katakanlah seperti tamu, pelanggan, pembeli atau penelpon. Karena mereka merasakan "kekejaman" maka mereka pun memperlakukan orang lain secara kejam.
Keempat adalah peranan kerja yang tidak jelas. Ini misalnya terjadi konflik peranan, ketidakjelasan hasil kerja yang bisa diharapkan atau terlalu banyak tanggung jawab yang dibebankan.
Kelima adalah nasib karir yang tidak jelas. Ini misalnya terjadi ketidakamanan (insecurity), tidak ada kesempatan untuk berkembang, tidak diberi peluang untuk lebih maju, cepat melakukan perubahan yang tidak mempertimbangkan kesiapan pekerja (disorientasi), dan lain-lain. Jika ada orang yang di-PHK dengan alasan-alasan yang tidak jelas dan tidak dijelaskan, maka keputusan demikin ini bisa mengancam rasa aman pekerja lain. Mereka akan berpikir bahwa dirinya bisa saja akan bernasib sama. Kalau sudah ada banyak orang yang punya kesimpulan demikian tentu saja virus stress kerja cepat menyebar.
Keenam adalah kondisi lingkungan yang mengancam keselamatan. Ini misalnya tidak nyaman, tidak sehat, tidak leluasa, dan lain-lain. Jika seseorang harus menjalankan tugas yang ber-resiko sementara dia secara mental dan skill tidak siap, bisa saja akan terkena stress kerja.
Dari enam hal di atas, konon ada tiga yang paling dirasakan menjadi stressor, yaitu: a) memberi target, tugas atau tanggung jawab yang tidak realistis, b) lemah dukungan dari atasan, dan c) tidak membuka pintu keterlibatan dalam proses mengambil keputusan.
Nah, untuk mengurangi, mengantisipasi atau mengatasinya, maka saran yang bisa kita pertimbangkan adalah:
1. Merumuskan standar, criteria dan strategi untuk mengatur muatan kerja agar benar-benar sesuai dengan kapabilitas dan sumberdaya yang tersedia. Kalau kita menerima order yang deadline-nya begitu menekan, sementara kita secara skill dan resource belum siap dan itu kita "paksakan", ya mau tidak mau akan menimbulkan stress. Untuk mengantisipasinya berarti kita perlu mempersiapkan diri untuk memiliki kualitas yang sesuai dengan standard demand yang sekiranya akan kita hadapi. Caranya, dengan meng-up grade diri.
2. Merancang pekerjaan atau tugas yang kira-kira menantang, memberikan nilai tambah, memberikan kesempatan orang untuk mengaplikasikan keahliannya atau pengetahuan atau pengalaman. Bagaimana jika pekerjaan yang ada saat ini adalah rutinitas yang itu-itu saja? Mungkin pilihannya adalah memberi tantangan baru yang kira-kira bisa dicapai dan bisa dijadikan bukti adanya perkembangan atau peningkatan.
3. Mempertegas peranan dan tanggung jawab masing-masing orang agar tidak terjadi crowded atau overlapping. Ini bisa dilakukan secara formal (kesepakatan baku) atau non-formal (catatan berdasarkan perkembangan keadaan).
4. Memberi kesempatan berpartisipasi dalam proses mengambil keputusan. Orang akan merasa bertanggung jawab apabila dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Merasa bertanggung jawab adalah bagian positif dari kejiwaan. Jiwa yang positif akan tidak mudah terkena stress kerja.
5. Mengurangi berbagai bentuk komunikasi dan informasi yang bisa menimbulkan kekacauan, ketakutan atau ketidakpastian.
6. Memberi ruang terjadinya proses keakraban sosial di antara para pekerja, misalnya makan bareng, mengunjungi yang sakit, mengadakan perlombaan, dan lain-lain
7. Menerapkan jam kerja yang compatibel dengan tuntutan perubahan eksternal maupun tujuan yang ingin dicapai.
8. Menetapkan manajemen kinerja: memberi reward kepada yang berprestasi dan menegur yang melanggar serta menyemangati yang tertinggal. Jangan sampai kita bersikap acuh tak acuh pada yang berprestasi, acuh tak acuh pula pada yang melanggar dan acuh tak acuh pula pada yang tertinggal.
9. Menghargai kepentingan atau nilai-nilai yang dianut individu selama tidak bertentangan dengan akal sehat secara umum, misalnya memberikan hak istirahat bagi karyawan yang baru saja terkena musibah semacam kematian keluarga
10. Menjaga keputusan dan aksi (implementasi) agar sesuai dengan nilai-nilai yang dianut organisasi
Untuk Para Karyawan
Apa yang bisa dilakukan oleh seorang karyawan untuk menangani stress kerja? Kalau tidak bisa menangani seluruhnya, apa yang bisa dilakukan untuk menguranginya? Kalau tidak bisa menguranginya, apa yang bisa dilakukan untuk mengambil manfaat darinya? Berikut ini adalah hal-hal yang masih mungkin Anda lakukan:
Pertama,
panggilan tanggung jawab itu jalankan / artikan sebagai sebuah peluang atau kesempatan belajar. Terkadang atasan atau pimpinan juga belum tahu sejauhmana kemampuan Anda dalam sebuah tugas dan sejauhmana tugas itu realistis bisa dijalakan atau sejauh mana target itu bisa dicapai. Agar Anda dan atasan sama-sama tahu, ya jalankan lebih dulu lalu jelaskan hasilnya berdasarkan pengalaman di lapangan.
Apakah Anda melihat tugas itu sebagai stressor atau opportunity, toh ujung-ujungnya Anda juga tetap harus menjalankannya, terutama jika Anda tidak punya pilihan lain yang available. Bukankah begitu? Inilah yang bisa disebut dengan mengubah cara melihat, bersikap dan cara memperlakukan. Perbedaannya, Anda yang menganggap tugas sebagai stressor, tidak memperoleh nilai tambah apapun, baik bagi diri sendiri maupun hasil kerja. Bagaimana bisa menghasilkan yang terbaik jika hati sudah berkeluh kesah. Sebaliknya, nilai tambah sudah pasti ada di tangan bagi Anda yang menerima tugas dan tanggung jawab sebagai sebuah peluang belajar. Anda merasa tambah pengalaman dan skill, tambah rasa percaya diri, tambah dipercaya, dsb.
Kedua,
gunakan sebagai wadah untuk memperkuat diri. Kekuatan manusia itu dibentuk dengan cara seperti kekuatan yang dimiliki batang pohon. Batang pohon itu bertambah kekuatannya karena hembusan angin yang menggoyahnya. Begitu juga dengan kekuatan mental manusia dalam menghadapi hal-hal sulit. Kekuatan ini bukan kekuatan yang dibawa dari lahir, tetapi kekuatan yang merupakan hasil dari olah kemampuan dalam menghadapi hal-hal sulit. Pendeknya, kalau orang sudah terbiasa menjadikan kesulitan sebagai saran untuk "give-up", lama-lama terbiasa give-up (patah). Sebaliknya, kalau orang itu memilih untuk menantang atau membuktikan diri sebagai orang yang tangguh, lama-lama kelamaan akan terbiasa menjadi orang yang tangguh.
Ketiga,
jadikan sarana untuk menggali ilmu, informasi, atau cara melakukan sesuatu (tehnik & metode). Kalau Anda hanya menghadapi target atau pekerjaan yang biasa-biasa saja, mungkin pengetahuan, informasi, cara yang Anda miliki ya mungkin itu-itu saja. Sebaliknya, jika Anda menghadapi target yang luar biasa, mungkin untuk sementara waktu Anda tertekan, tetapi jika itu digunakan sebagai jalan untuk menambah keahlian, lama-lama kan tidak begitu.
Terkadang juga bahwa pekerjaan itu menjadi beban (stressor) atau tidak, bukan karena beban pekerjaannya, tetapi karena kemampuan kita yang belum naik. Kemampuan di sini bisa berupa kemampuan mental (mental skill) atau karena kemampuan kerja (job skill). Dengan menjadikan pekerjaan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan, berarti kemungkinan terjadinya stress kerja di kemudian hari bisa berkurang.
Satu hal lagi yang penting di sini adalah menjadikan pekerjaan yang kita anggap stressor itu sebagai sarana untuk menambah tehnik, metode atau cara dalam menangani pekerjaan. "Bagaimana kalau gaji kita tidak naik-naik padahal keahlian dan kemampuan kita sudah naik?" Jika Anda tidak berhenti meng-upgrade skill, serugi-ruginya Anda hari ini masih akan untung di hari esok. Skill Anda akan menaikkan kualitas Anda. Tapi jika Anda berhenti, ini malah membuat Anda stress dua kali: hari ini dan esok.
Keempat,
jadikan sarana untuk memperluas friendships. Biasanya, saat kita menghadapi tugas atau pekerjaan yang stressful, kita pun mulai berani untuk tanya sana-sini. Sebaiknya ini perlu kita jadikan pembuka untuk memperluas jaringan. Kelemahan kita terkadang adalah menghubungi orang hanya pada saat-saat kepepet. Alangkah baiknya kalau ini kita follow-up-i setelah kita tidak kepepet lagi nanti dan kita perdalam lagi hubungan yang telah ada.
Kelima,
pikirkan diri anda. Pada saat-saat menghadapi pekerjaan yang stressful, jangan hanya membayangkan atasan, manajemen, atau pimpinan yang suka maksa. Yang lebih penting untuk Anda bayangkan adalah memikirkan diri Anda yang sedang stress dan bagaimana cara mengatasinya. Kalau Anda hanya memikirkan atasan, mungkin Anda hanya akan menyalahkannya. Tapi jika Anda fokus memikirkan diri sendiri, maka yang muncul adalah kemauan atau inisiatif untuk mengatasi masalah anda.
Kategori Organisasi Industri
Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 12 November 2005
Sebab Faktual & Mental
Konon, di negara maju, problem stress kerja ini mendominasi isu lain yang terkait dengan stress, misalnya stress keluarga, stress keuangan atau stress lainnya. Bagaimana kalau di Indonesia?
Terlepas itu menjadi dominan atau tidak, tapi kita semua tahu bahwa stress kerja ini kerap menjangkiti banyak pihak di tempat kerja. Dari sejumlah penjelasan para ahli, stress kerja ini bisa menimbulkan dampak baik, tapi sekaligus buruk bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Orang yang terkena stress kerja (dengan catatan, tidak bisa menanggulanginya) cenderung jadi tidak produktif, tidak tertantang untuk menunjukkan kehebatannya, secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya, malas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin pindah tetapi tidak pindah-pindah, dan seterusnya. Secara kalkulasi manajemen, tentu saja ini merugikan organisasi. Apalagi jika si penderita stress kerja ini jumlahnya banyak di suatu tempat.
Selain terkait dengan menurunnya produktivitas, stress kerja konon juga bisa mengurangi kekebalan tubuh. Karena itu, ada kemungkinan bahwa si penderita ini gampang terkena sakit, dari mulai yang berstadium rendah sampai ke yang berstadium tinggi. Sedikit-sedikit minta izin atau sering tidak masuk kantor. Ini jelas merugikan yang bersangkutan dan juga perusahaan. Stress kerja juga bisa mengganggu komunikasi atau hubungan, baik itu interpersonal dan intrapersonal.
Paradok yang kerap dialami para penderita stress, adalah saat memerlukan bantuan orang lain, akan tetapi dia tidak mampu mengekspresikannya atau melakukannya dengan baik. Akibatnya mudah marah, mudah tersinggung, mudah mengacaukan suasana keakraban, komunikasi yang agresif atau submisif, apatis, dan lain-lain. Karena itu, hubungannya gampang berantakan di tengah jalan, gampang putus, atau gampang ngambek.
Apa itu stress kerja dan dari mana timbul?
Dengan bahasa yang sederhana, stress kerja bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka lima tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka sembilan, maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stress kerja.
Dengan pengertian seperti di atas, berarti yang menyebabkan seseorang terkena stress kerja itu ada dua.
Pertama,
karena manajemen, organisasi, atasan, atau pimpinan yang memberikan tugas melebihi kemampuan riil yang dimiliki karyawan. Ini bisa kita sebut sebab faktual. Secara fakta, orang itu benar-benar mendapat tugas atau pekerjaan yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuannya.
Kedua,
karena si karyawan sendiri. Kalau orang itu malas-masalan, biasa berpikir negatif, atau tidak mau belajar, mau enaknya saja, ya biasanya dikasih tugas sedikit lebih saja sudah menggerutu, sudah ngomong tidak bisa, tidak mampu, dan seterusnya. Ini bisa kita sebut sebab mental. Secara mental memang karyawan seperti itu perlu diperbaiki.
Dengan kata lain, stress kerja bisa timbul karena kondisi kerja (the work condition) dan kualitas si pekerja (the personal quality). Jika suatu organisasi tidak memiliki standar manajemen yang mengatur lalu lintas pekerjaan, ini mungkin akan menimbulkan stress kerja bagi orang-orang tertentu. Standar manajemen kerja yang tidak jelas akan menciptakan kondisi di mana ada orang-orang tertentu yang kebanjiran pekerjaan tetapi ada juga yang krisis tugas. Standar manajemen kerja yang tidak jelas akan menciptakan kondisi di mana ada orang-orang tertentu yang diberi tanggung jawab melebihi kapasitasnya. Ini yang terkait dengan work condition.
Adapun yang terkait dengan personal quality, misalnya saja, karyawan yang memiliki motivasi kerja bagus, memiliki tujuan karir yang lebih panjang, memiliki kebutuhan berprestasi yang lebih kuat, dan seterunya, akan lebih mudah untuk menyimpulkan target atau tugas sebagai tantangan (challenge), bukan sebagai tekanan (stressful). Stress kerja yang dialami pun menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya.
Ini beda dengan karyawan yang memiliki motivasi rendah, memiliki tujuan karir yang pendek (hanya asal bisa menerima gaji atau asal tidak nganggur), atau memiliki kebutuhan berprestasi yang kurang kuat. Karyawan tipe kedua ini akan mudah berkesimpulan bahwa tugas atau target yang diberikan kepadanya sebagai stressor. Karyawan tipe ini gampang pusing, gampang bingung, gampang merasa tertekan.
Untuk Para Pimpinan
Kalau mengacu pada laporan ILO (Condition of Work Digest, Vol. 11/2, ILO Publication Center) kondisi kerja yang bisa digambarkan dengan penjelasan di bawah ini akan berpotensi menimbulkan stress kerja:
Pertama adalah desain tugas / pekerjaan yang stressful. Ini misalnya beban kerja yang terlalu berat, kurang ada waktu untuk istirahat, jam kerja yang terlalu panjang, rutinitas yang membosankan atau target yang sulit dicapai berdasarkan kemampuan yang dimiliki pekerja (unrealistic goal or target)
Kedua adalah gaya manajemen yang stressful. Ini misalnya kurang melibatkan pekerja dalam proses mengambil keputusan, komunikasi yang kurang mencair atau kebijakan manajemen yang terlalu kejam (lack of family-friendly policies) yang hanya mementingkan faktor efisiensi dan mengabaikan faktor manusiawi.
Ketiga adalah hubungan interpersonal yang tidak kondusif. Ini misalnya terlalu banyak konflik antarindividu, kurang bersahabat antarsesama, krisis toleransi, dan seterusnya. Konon, miliu kerja yang sudah mencekam seperti ini tidak saja berakibat pada hambarnya suasana kerja antarpekerja, tetapi juga berimbas pada bagaimana orang-orang di dalam organisasi itu melayani orang lain, katakanlah seperti tamu, pelanggan, pembeli atau penelpon. Karena mereka merasakan "kekejaman" maka mereka pun memperlakukan orang lain secara kejam.
Keempat adalah peranan kerja yang tidak jelas. Ini misalnya terjadi konflik peranan, ketidakjelasan hasil kerja yang bisa diharapkan atau terlalu banyak tanggung jawab yang dibebankan.
Kelima adalah nasib karir yang tidak jelas. Ini misalnya terjadi ketidakamanan (insecurity), tidak ada kesempatan untuk berkembang, tidak diberi peluang untuk lebih maju, cepat melakukan perubahan yang tidak mempertimbangkan kesiapan pekerja (disorientasi), dan lain-lain. Jika ada orang yang di-PHK dengan alasan-alasan yang tidak jelas dan tidak dijelaskan, maka keputusan demikin ini bisa mengancam rasa aman pekerja lain. Mereka akan berpikir bahwa dirinya bisa saja akan bernasib sama. Kalau sudah ada banyak orang yang punya kesimpulan demikian tentu saja virus stress kerja cepat menyebar.
Keenam adalah kondisi lingkungan yang mengancam keselamatan. Ini misalnya tidak nyaman, tidak sehat, tidak leluasa, dan lain-lain. Jika seseorang harus menjalankan tugas yang ber-resiko sementara dia secara mental dan skill tidak siap, bisa saja akan terkena stress kerja.
Dari enam hal di atas, konon ada tiga yang paling dirasakan menjadi stressor, yaitu: a) memberi target, tugas atau tanggung jawab yang tidak realistis, b) lemah dukungan dari atasan, dan c) tidak membuka pintu keterlibatan dalam proses mengambil keputusan.
Nah, untuk mengurangi, mengantisipasi atau mengatasinya, maka saran yang bisa kita pertimbangkan adalah:
1. Merumuskan standar, criteria dan strategi untuk mengatur muatan kerja agar benar-benar sesuai dengan kapabilitas dan sumberdaya yang tersedia. Kalau kita menerima order yang deadline-nya begitu menekan, sementara kita secara skill dan resource belum siap dan itu kita "paksakan", ya mau tidak mau akan menimbulkan stress. Untuk mengantisipasinya berarti kita perlu mempersiapkan diri untuk memiliki kualitas yang sesuai dengan standard demand yang sekiranya akan kita hadapi. Caranya, dengan meng-up grade diri.
2. Merancang pekerjaan atau tugas yang kira-kira menantang, memberikan nilai tambah, memberikan kesempatan orang untuk mengaplikasikan keahliannya atau pengetahuan atau pengalaman. Bagaimana jika pekerjaan yang ada saat ini adalah rutinitas yang itu-itu saja? Mungkin pilihannya adalah memberi tantangan baru yang kira-kira bisa dicapai dan bisa dijadikan bukti adanya perkembangan atau peningkatan.
3. Mempertegas peranan dan tanggung jawab masing-masing orang agar tidak terjadi crowded atau overlapping. Ini bisa dilakukan secara formal (kesepakatan baku) atau non-formal (catatan berdasarkan perkembangan keadaan).
4. Memberi kesempatan berpartisipasi dalam proses mengambil keputusan. Orang akan merasa bertanggung jawab apabila dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Merasa bertanggung jawab adalah bagian positif dari kejiwaan. Jiwa yang positif akan tidak mudah terkena stress kerja.
5. Mengurangi berbagai bentuk komunikasi dan informasi yang bisa menimbulkan kekacauan, ketakutan atau ketidakpastian.
6. Memberi ruang terjadinya proses keakraban sosial di antara para pekerja, misalnya makan bareng, mengunjungi yang sakit, mengadakan perlombaan, dan lain-lain
7. Menerapkan jam kerja yang compatibel dengan tuntutan perubahan eksternal maupun tujuan yang ingin dicapai.
8. Menetapkan manajemen kinerja: memberi reward kepada yang berprestasi dan menegur yang melanggar serta menyemangati yang tertinggal. Jangan sampai kita bersikap acuh tak acuh pada yang berprestasi, acuh tak acuh pula pada yang melanggar dan acuh tak acuh pula pada yang tertinggal.
9. Menghargai kepentingan atau nilai-nilai yang dianut individu selama tidak bertentangan dengan akal sehat secara umum, misalnya memberikan hak istirahat bagi karyawan yang baru saja terkena musibah semacam kematian keluarga
10. Menjaga keputusan dan aksi (implementasi) agar sesuai dengan nilai-nilai yang dianut organisasi
Untuk Para Karyawan
Apa yang bisa dilakukan oleh seorang karyawan untuk menangani stress kerja? Kalau tidak bisa menangani seluruhnya, apa yang bisa dilakukan untuk menguranginya? Kalau tidak bisa menguranginya, apa yang bisa dilakukan untuk mengambil manfaat darinya? Berikut ini adalah hal-hal yang masih mungkin Anda lakukan:
Pertama,
panggilan tanggung jawab itu jalankan / artikan sebagai sebuah peluang atau kesempatan belajar. Terkadang atasan atau pimpinan juga belum tahu sejauhmana kemampuan Anda dalam sebuah tugas dan sejauhmana tugas itu realistis bisa dijalakan atau sejauh mana target itu bisa dicapai. Agar Anda dan atasan sama-sama tahu, ya jalankan lebih dulu lalu jelaskan hasilnya berdasarkan pengalaman di lapangan.
Apakah Anda melihat tugas itu sebagai stressor atau opportunity, toh ujung-ujungnya Anda juga tetap harus menjalankannya, terutama jika Anda tidak punya pilihan lain yang available. Bukankah begitu? Inilah yang bisa disebut dengan mengubah cara melihat, bersikap dan cara memperlakukan. Perbedaannya, Anda yang menganggap tugas sebagai stressor, tidak memperoleh nilai tambah apapun, baik bagi diri sendiri maupun hasil kerja. Bagaimana bisa menghasilkan yang terbaik jika hati sudah berkeluh kesah. Sebaliknya, nilai tambah sudah pasti ada di tangan bagi Anda yang menerima tugas dan tanggung jawab sebagai sebuah peluang belajar. Anda merasa tambah pengalaman dan skill, tambah rasa percaya diri, tambah dipercaya, dsb.
Kedua,
gunakan sebagai wadah untuk memperkuat diri. Kekuatan manusia itu dibentuk dengan cara seperti kekuatan yang dimiliki batang pohon. Batang pohon itu bertambah kekuatannya karena hembusan angin yang menggoyahnya. Begitu juga dengan kekuatan mental manusia dalam menghadapi hal-hal sulit. Kekuatan ini bukan kekuatan yang dibawa dari lahir, tetapi kekuatan yang merupakan hasil dari olah kemampuan dalam menghadapi hal-hal sulit. Pendeknya, kalau orang sudah terbiasa menjadikan kesulitan sebagai saran untuk "give-up", lama-lama terbiasa give-up (patah). Sebaliknya, kalau orang itu memilih untuk menantang atau membuktikan diri sebagai orang yang tangguh, lama-lama kelamaan akan terbiasa menjadi orang yang tangguh.
Ketiga,
jadikan sarana untuk menggali ilmu, informasi, atau cara melakukan sesuatu (tehnik & metode). Kalau Anda hanya menghadapi target atau pekerjaan yang biasa-biasa saja, mungkin pengetahuan, informasi, cara yang Anda miliki ya mungkin itu-itu saja. Sebaliknya, jika Anda menghadapi target yang luar biasa, mungkin untuk sementara waktu Anda tertekan, tetapi jika itu digunakan sebagai jalan untuk menambah keahlian, lama-lama kan tidak begitu.
Terkadang juga bahwa pekerjaan itu menjadi beban (stressor) atau tidak, bukan karena beban pekerjaannya, tetapi karena kemampuan kita yang belum naik. Kemampuan di sini bisa berupa kemampuan mental (mental skill) atau karena kemampuan kerja (job skill). Dengan menjadikan pekerjaan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan, berarti kemungkinan terjadinya stress kerja di kemudian hari bisa berkurang.
Satu hal lagi yang penting di sini adalah menjadikan pekerjaan yang kita anggap stressor itu sebagai sarana untuk menambah tehnik, metode atau cara dalam menangani pekerjaan. "Bagaimana kalau gaji kita tidak naik-naik padahal keahlian dan kemampuan kita sudah naik?" Jika Anda tidak berhenti meng-upgrade skill, serugi-ruginya Anda hari ini masih akan untung di hari esok. Skill Anda akan menaikkan kualitas Anda. Tapi jika Anda berhenti, ini malah membuat Anda stress dua kali: hari ini dan esok.
Keempat,
jadikan sarana untuk memperluas friendships. Biasanya, saat kita menghadapi tugas atau pekerjaan yang stressful, kita pun mulai berani untuk tanya sana-sini. Sebaiknya ini perlu kita jadikan pembuka untuk memperluas jaringan. Kelemahan kita terkadang adalah menghubungi orang hanya pada saat-saat kepepet. Alangkah baiknya kalau ini kita follow-up-i setelah kita tidak kepepet lagi nanti dan kita perdalam lagi hubungan yang telah ada.
Kelima,
pikirkan diri anda. Pada saat-saat menghadapi pekerjaan yang stressful, jangan hanya membayangkan atasan, manajemen, atau pimpinan yang suka maksa. Yang lebih penting untuk Anda bayangkan adalah memikirkan diri Anda yang sedang stress dan bagaimana cara mengatasinya. Kalau Anda hanya memikirkan atasan, mungkin Anda hanya akan menyalahkannya. Tapi jika Anda fokus memikirkan diri sendiri, maka yang muncul adalah kemauan atau inisiatif untuk mengatasi masalah anda.
KREATIVITAS PADA ANAK ADHD (Attention Defisit and Hyperactivity Disorder)
(Anak ADHD Yang Memiliki Kreativitas Dalam Bidang Musik)
Anak adalah titipan Tuhan Bagi setiap orang, makna memiliki seorang anak adalah hal yang tidak tergantikan dengan harta apapun di dunia ini. Setiap orangtua selalu berdoa dan berharap agar memiliki seorang anak yang sehat, baik secara fisik maupun sehat secara psikologis. Oleh karrena itu seorang ibu akan selalu menjaga si anak tersebut sejak ia masih berada dalam kandungan hingga ia lahir dan bahkan hingga ia memasuki masa-masa peralihan dari usia remaja ke masa dewasa (Hurlock, 1998).
Namun, tidak semua orangtua memiliki harapan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Bahkan ada beberapa orang tua yang harus ikhlas dan menerima seorang nak anak ketika anak tersebut tumbuh dalam kondisi dan skeadaan fisik ataupun kondisi psikologis yang tidak normal. Salah satunya adalah memiliki anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD).
Hiperaktif adalah suatu kondisi dimana anak tidak bisa diam untuk beberapa waktu sekalipun atau mempunyai taraf aktivitas berlebihan. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention definit and hyperactivity disorder (ADHD), kondisi ini disebut juga gangguan kinetik (dahulu minimal brain disfungsion syndrome).
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sebenarnya sudah dikenal lama oleh masyarakat, tetapi dengan istilah yang berbeda. Sejarah gangguan ADHD/GPPH telah mendapatkan berbagai label, mencerminkan berbagai pandangan tentang penyebab (etiologi) nya. Apabila melihat terminologinya, kita dapat mengelompokannya menjadi dua. Kelompok pertama, dengan istilah “Minimal Brain Damage” dan “Minimal Brain Dysfunction”; mencerminkan gagasan mengenai asumsi tentang penyebab (etiologi) gangguan, dan kedua, dengan terminologi seperti “Hyperkinetik Reactions of Childhood”.”Hyperkinetik Child Sydrome”, dan “Attention Deficit Hyperactivity Disorder”; menggambarkan tingkah laku yang dilihat dalam gangguan ini. (DeClerq dalam Mulyono , 2003).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attension Definit Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam, bahkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran dikelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan pada umumnya disukai anak-anak seusia mereka, sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain. Ini mengandung arti bahwa dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka cenderung tidak memperoleh kepuasan sebanyak yang dikehendaki. (Taylor, 1998).
Hiperaktif pada anak merupakan gangguan tingkah laku, yaitu bereaksi lebih cepat terhadap suatu rangsangan dan timbul kelelahan akan lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak yang normal (Osman, 2002).
Sebuah kondisi hiperkatif, tidak dapat diketahui secara langsung sejak individu lahir. Pada umumnya gejala-gejala hiperaktif (ADHD) baru muncul atau terlihat ketika ia memasuki usia 1 tahun. Dan perilaku hiperaktif yang munculpun belum dapat dikategorikan sebagai perilaku hiperaktif (ADHD), karena untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan, observasi lebih lanjut lagi oleh seorang ahli (Psikolog Anak) (Siswadi, 2004).
Disnilah peran aktif orang tua untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai gejala-gejala atau semua hal yang berkaitan dengan hiperkatif ataupun gangguan pemusatan perhatian (ADHD). Sehingga anak yang memiliki gejala awal hiperaktif dapat diberikan penanganan lebih awal lagi oleh ahli yang terkait.
Simanjutak dan Pasaribu (1984) menjelaskan beberapa ciri umum seorang anak apat dikategorikan mengalami gangguan hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (Impulsiviness), antara lain : suka memainkan tangan atau kaki mengeliat-geliat ditempat duduk, meninggalkan tempat duduk dikelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia diharuskan duduk tenang, suka berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi diman perilaku itu tidak tepat, terus menerus “sibuk” atau perilaku seakan-akan “digerakan oleh tenaga motor”, bicara tanpa henti, menjawab pertanyan tanpa berfikir sebelum pertanyaan tersebut selesai, mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan yang terstruktur lain, enggangu orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan).
Eisenberg (dalam simanjuntak & Pasaribu, 1984) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak hiperaktif yang terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Segi motorik
Anak tersebut selalu bergerak, tidak dapat duduk tenang dengan sesaat, anggota badannya selalu bergerak, meraba sesutu yang terlihat olehnya. Dalam kelompoknya anak hiperaktif selalu menarik perhatian karena menunjukan aktivitas yang berlebihan.
b. Segi sensori
Anak hiperaktif mempunyai perhatian yang kurang, dan mudah dialihkan. Anak hiperaktif seolah-olah tidak pernah menghiraukan isyarat dan teguran yang diberiakan padanya. Perhatiannya tearah dari satu objek keobjek yang lain yang disenanginya atau anak tersebut mempunyai short attention span (perhatian pada suatu objek/ objek hanya berlangsung untuk waktu yang singkat).
Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung secara konstan dan bersifat konsisten, sehingga hal ini benar-benar dapat mengganggu kehidupan keseharian anak tersebut. Dampak yang diakibakan dari gangguan ini antar lain : anak menjadi terhambat dalam proses berpir dan proses belajar, karena ia memiliki gangguan pemusatan perhatian, yang membuat ia tidak fokus pada pelajaran apapun yang diberikan oleh orang tuanya ataupun oleh gurunya (Osman, 2002).
Andres (dalam Rahmat, 2003) menjelaskan bahwa banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak penderita ADHD. Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut (): Faktor Resiko biologis, yang terdiri dari adanya kehamilan yang terganggu, prematuritas, berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit keluarga. Faktor resiko psikososial, mencakup antara lain : keintiman keluarga termasuk ekspresi emosi, status anak dalam kelurga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah anggota keluarga.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Suryana (2004), berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain adalah :
a. Permisif (pemanjaan)
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak secara manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, memenuhi keinginan dan kebutuhanya, dan sebagainya. Biasanya anak yang dimanja diberikan pengarahan yang kurang dan sulit bergaul dengan teman sebayanya karena ingin menang sendiri,tidak punya tanggung jawab, berbuat sesuka hatinya , serta sering membantah.
b. Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hati, sebab perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua.
c. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi pada kesenangan umumnya memiliki ciri-ciri hiperaktif secar sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda sehingga mau untuk mendengarkan dan menyesuaikan diri, serta ingin memuaskan kebutuhan kebutuhan atau keinginanya sendiri.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki oleh anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), ternyata juga terdapat hal-hal positif yang dapat kita temukan pada anak-anak penderita Hiperaktif tersebut. Ada beberapa anak-anak penderita ADHD, ternyata memiliki bakat dan kemampuan khusus dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, bermusik, olah raga dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada bakat dan kreativitas dalam hal bermusik.
Ada beberapa anak penderita ADHD yang terdapat di beberapa klinik dan sekolah khusus, memiliki bakat-bakat tertentu dalam berbagai bidang tertentu. Sekolah ini dibangun khusus untuk mengasah dan mengembangkan bakat-bakat tersembunyi yang dimiliki oleh anak yang menderita ADHD tersebut. Dengan harapan kreativitas dan kemampuan tersebut dapat meminimalisir perilaku hiperaktif yang sering muncul pada anak tersebut (Simanjutak dan Pasaribu, 1984).
Menurut Haris & Liebert (1987), seorang anak penderita ADHD biasanya memiliki minat pada satu aktivitas tertentu. Aktivitas tersebut nerupakan aktivitas yang paling sering ia lakukan dan paling sering kita lihat. Contohnya, anak tersebut sering terlihat memainkan bola tanpa lelah dan kenal waktu, anak tersebut sering juga terlihat memainkan alat musik tertentu (seruling, drum), dan sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa, mereka juga memiliki minat dan bakat-bakat tertentu yang terpendam.
Lebih lanjut lagi Haris & Liebert (1987) menjelaskan bahwa, orang tua dan kalangan pendidik harus cermat dan lebih teliti lagi untuk mengenali minat dan bakat-bakat terpendam tersebut. Yang nantinya orang tua/pendidik bertindak sebagai pembimbing, mengarahkan serta memberikan fasilitas untuk menunjang dan mengasah minat dan bakat terpendam tersebut, yang tentu saja dibantu oleh seorang ahli (psikolog anak/dokter anak).
Osman (2002), menemukan bahwa penanganan yang tepat terhadap anak penderita ADHD, akan mampu meminimalisir dan mengurangi perilaku hiperaktif yang ada pada anak tersebut. Karena secara langsung mereka diarahkan untuk bisa fokus pada satu atau beberapa bidang tertentu dan aktivitas tertentu.
Osman (2002) juga menemukan bahwa anak-anak penderita ADHD yang memiliki bakat-bakat khusus, ternyata berprestasi dalam bidang yang digelutinya. Hal ini disebabkan karena mereka memang terfokus untuk melatih dan mengembangkan bakat dan keahlian tersebut. Sehingga tidak heran jika anak tersebut menjadi anak yang mahir dan bahkan memiliki bakat yang melebihi anak normal pada umumnya.
KOMENTAR SAYA:
Menurut saya, anak-anak penderita gangguan ADHD adalah sesuatu hal yang ada dan memang terjadi di sekitar kita. anak-anak dengan ADHD sama saja dengan anak-anak normal lainnya, yang membuat mereka berbeda adalah perilaku keseharian mereka yang mungkin cenderung lebih impulsif dan meledak-ledak secara emosional. hal tersebut dapat dimaklumi , karena mereka secara perilaku memang berbeda. namun jika kita melihat dari sudut pandang lain, misalnya kita melihat bahwa kemampuan kognitif dan intelektual mereka sangat baik, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.
Anak-anak penderita ADHD biasanya memiliki aktivitas tertentu yang unik dan khas, yang biasanya sering mereka lakukan atau tampilkan. perilaku atau aktivitas tersebut bersifat konstan, stabil dan cenderung konsisten. mereka bisa melkuakn akltivitas atau perilaku yang sama selama berjam-jam lamanya.
namun perilaku mengulang tersebut ternyata memang bisa membuat mereka nyaman, bahkan mereka tampak mahir melakukannya.
sebagai contoh, pada kasus-kasus tertentu ada beberapa anak penderita ADHD memiliki bakat dalam bidang musik, entah itu memainkan suatu alat musik atau bahkan bakat dalam bernyanyi. hal tersebut mereka lakukan karena dengan bermain musik, hal tersebut membuat mereka tenang dan nyaman. mereka mendapatkan suatu ketenangan yang mengasyikan, yang jika tidak mereka lakukan mereka akan menangis atau bahkan melakukan hal-hal yang buruk.
sebagai orang tua atau pendidik, justru harus bisa mengarahkan bakat musik tersebut kearah yang lebih baik, kita bisa membimbing mereka, mengarahkan, mengajarkan dan juga memberikan fasilitas yang dapat menunjang hal tersebut. perlahan-lahan proses belajar tersebut akan membuat anak tersebut mahir dalam bidang musik.
karean tidak sedkit anak-anak dengan ADHD, memang jenius dan sangat berbakat dalam bidang-bidang tertentu, yang dalam hal ini adalah bidang musik.
Daftar Pustaka:
Hurlock, E. (1998). Children language acquasition. Journal of social psychology & personality. Volume. 09. Num. 23. November. Washington DC: American Psychological Association.
Mulyono, H. (2003). JPS : Motivasi belajar pada anak-anak penderita ADHD. Jurnal Psikologi Sosial. Volume 3, No. 09. Jakarta : Fakultas Psikologi UI
Taylor, R. (1998). The child as citizen: implications for the science and practice of child development. Journal of international society for the study of behavioral development. Number 2 Serial No. 38. Ontario: Canada
Osman, D. (2002). Emotion, obedience, adjusment & crime: Studies of Childrens in New York City. New York : Academic Press.
Siswadi, U. (2004). Hubungan antara iklim kelas, kreativitas, motivasi berprestasi dengan prestasi belajar anak penderita ADHD di panti asuhan. Tesis.(Tidak Diterbitkan). Jakarta : Universitas Katolik Atma Jaya.
Simanjuntak, R J., & Pasaribu, T. (1984). Psikologi Abnormal: Sebuah pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rahmat, W. (2003). Mensikapi perubahan anak dan remaja dengan dramatis. Yogyakarta: Jalasutra
Suryana, T. (2004). Abnormalitas pada anak. Jakarta: Balai Pustaka
Haris, L., & Liebert, M. (1987). The Child. New York: McGraw Hill, Inc
(Anak ADHD Yang Memiliki Kreativitas Dalam Bidang Musik)
Anak adalah titipan Tuhan Bagi setiap orang, makna memiliki seorang anak adalah hal yang tidak tergantikan dengan harta apapun di dunia ini. Setiap orangtua selalu berdoa dan berharap agar memiliki seorang anak yang sehat, baik secara fisik maupun sehat secara psikologis. Oleh karrena itu seorang ibu akan selalu menjaga si anak tersebut sejak ia masih berada dalam kandungan hingga ia lahir dan bahkan hingga ia memasuki masa-masa peralihan dari usia remaja ke masa dewasa (Hurlock, 1998).
Namun, tidak semua orangtua memiliki harapan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Bahkan ada beberapa orang tua yang harus ikhlas dan menerima seorang nak anak ketika anak tersebut tumbuh dalam kondisi dan skeadaan fisik ataupun kondisi psikologis yang tidak normal. Salah satunya adalah memiliki anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD).
Hiperaktif adalah suatu kondisi dimana anak tidak bisa diam untuk beberapa waktu sekalipun atau mempunyai taraf aktivitas berlebihan. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention definit and hyperactivity disorder (ADHD), kondisi ini disebut juga gangguan kinetik (dahulu minimal brain disfungsion syndrome).
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sebenarnya sudah dikenal lama oleh masyarakat, tetapi dengan istilah yang berbeda. Sejarah gangguan ADHD/GPPH telah mendapatkan berbagai label, mencerminkan berbagai pandangan tentang penyebab (etiologi) nya. Apabila melihat terminologinya, kita dapat mengelompokannya menjadi dua. Kelompok pertama, dengan istilah “Minimal Brain Damage” dan “Minimal Brain Dysfunction”; mencerminkan gagasan mengenai asumsi tentang penyebab (etiologi) gangguan, dan kedua, dengan terminologi seperti “Hyperkinetik Reactions of Childhood”.”Hyperkinetik Child Sydrome”, dan “Attention Deficit Hyperactivity Disorder”; menggambarkan tingkah laku yang dilihat dalam gangguan ini. (DeClerq dalam Mulyono , 2003).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attension Definit Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam, bahkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran dikelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan pada umumnya disukai anak-anak seusia mereka, sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain. Ini mengandung arti bahwa dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka cenderung tidak memperoleh kepuasan sebanyak yang dikehendaki. (Taylor, 1998).
Hiperaktif pada anak merupakan gangguan tingkah laku, yaitu bereaksi lebih cepat terhadap suatu rangsangan dan timbul kelelahan akan lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak yang normal (Osman, 2002).
Sebuah kondisi hiperkatif, tidak dapat diketahui secara langsung sejak individu lahir. Pada umumnya gejala-gejala hiperaktif (ADHD) baru muncul atau terlihat ketika ia memasuki usia 1 tahun. Dan perilaku hiperaktif yang munculpun belum dapat dikategorikan sebagai perilaku hiperaktif (ADHD), karena untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan, observasi lebih lanjut lagi oleh seorang ahli (Psikolog Anak) (Siswadi, 2004).
Disnilah peran aktif orang tua untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai gejala-gejala atau semua hal yang berkaitan dengan hiperkatif ataupun gangguan pemusatan perhatian (ADHD). Sehingga anak yang memiliki gejala awal hiperaktif dapat diberikan penanganan lebih awal lagi oleh ahli yang terkait.
Simanjutak dan Pasaribu (1984) menjelaskan beberapa ciri umum seorang anak apat dikategorikan mengalami gangguan hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (Impulsiviness), antara lain : suka memainkan tangan atau kaki mengeliat-geliat ditempat duduk, meninggalkan tempat duduk dikelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia diharuskan duduk tenang, suka berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi diman perilaku itu tidak tepat, terus menerus “sibuk” atau perilaku seakan-akan “digerakan oleh tenaga motor”, bicara tanpa henti, menjawab pertanyan tanpa berfikir sebelum pertanyaan tersebut selesai, mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan yang terstruktur lain, enggangu orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan).
Eisenberg (dalam simanjuntak & Pasaribu, 1984) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak hiperaktif yang terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Segi motorik
Anak tersebut selalu bergerak, tidak dapat duduk tenang dengan sesaat, anggota badannya selalu bergerak, meraba sesutu yang terlihat olehnya. Dalam kelompoknya anak hiperaktif selalu menarik perhatian karena menunjukan aktivitas yang berlebihan.
b. Segi sensori
Anak hiperaktif mempunyai perhatian yang kurang, dan mudah dialihkan. Anak hiperaktif seolah-olah tidak pernah menghiraukan isyarat dan teguran yang diberiakan padanya. Perhatiannya tearah dari satu objek keobjek yang lain yang disenanginya atau anak tersebut mempunyai short attention span (perhatian pada suatu objek/ objek hanya berlangsung untuk waktu yang singkat).
Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung secara konstan dan bersifat konsisten, sehingga hal ini benar-benar dapat mengganggu kehidupan keseharian anak tersebut. Dampak yang diakibakan dari gangguan ini antar lain : anak menjadi terhambat dalam proses berpir dan proses belajar, karena ia memiliki gangguan pemusatan perhatian, yang membuat ia tidak fokus pada pelajaran apapun yang diberikan oleh orang tuanya ataupun oleh gurunya (Osman, 2002).
Andres (dalam Rahmat, 2003) menjelaskan bahwa banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak penderita ADHD. Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut (): Faktor Resiko biologis, yang terdiri dari adanya kehamilan yang terganggu, prematuritas, berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit keluarga. Faktor resiko psikososial, mencakup antara lain : keintiman keluarga termasuk ekspresi emosi, status anak dalam kelurga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah anggota keluarga.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Suryana (2004), berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain adalah :
a. Permisif (pemanjaan)
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak secara manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, memenuhi keinginan dan kebutuhanya, dan sebagainya. Biasanya anak yang dimanja diberikan pengarahan yang kurang dan sulit bergaul dengan teman sebayanya karena ingin menang sendiri,tidak punya tanggung jawab, berbuat sesuka hatinya , serta sering membantah.
b. Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hati, sebab perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua.
c. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi pada kesenangan umumnya memiliki ciri-ciri hiperaktif secar sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda sehingga mau untuk mendengarkan dan menyesuaikan diri, serta ingin memuaskan kebutuhan kebutuhan atau keinginanya sendiri.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki oleh anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), ternyata juga terdapat hal-hal positif yang dapat kita temukan pada anak-anak penderita Hiperaktif tersebut. Ada beberapa anak-anak penderita ADHD, ternyata memiliki bakat dan kemampuan khusus dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, bermusik, olah raga dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada bakat dan kreativitas dalam hal bermusik.
Ada beberapa anak penderita ADHD yang terdapat di beberapa klinik dan sekolah khusus, memiliki bakat-bakat tertentu dalam berbagai bidang tertentu. Sekolah ini dibangun khusus untuk mengasah dan mengembangkan bakat-bakat tersembunyi yang dimiliki oleh anak yang menderita ADHD tersebut. Dengan harapan kreativitas dan kemampuan tersebut dapat meminimalisir perilaku hiperaktif yang sering muncul pada anak tersebut (Simanjutak dan Pasaribu, 1984).
Menurut Haris & Liebert (1987), seorang anak penderita ADHD biasanya memiliki minat pada satu aktivitas tertentu. Aktivitas tersebut nerupakan aktivitas yang paling sering ia lakukan dan paling sering kita lihat. Contohnya, anak tersebut sering terlihat memainkan bola tanpa lelah dan kenal waktu, anak tersebut sering juga terlihat memainkan alat musik tertentu (seruling, drum), dan sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa, mereka juga memiliki minat dan bakat-bakat tertentu yang terpendam.
Lebih lanjut lagi Haris & Liebert (1987) menjelaskan bahwa, orang tua dan kalangan pendidik harus cermat dan lebih teliti lagi untuk mengenali minat dan bakat-bakat terpendam tersebut. Yang nantinya orang tua/pendidik bertindak sebagai pembimbing, mengarahkan serta memberikan fasilitas untuk menunjang dan mengasah minat dan bakat terpendam tersebut, yang tentu saja dibantu oleh seorang ahli (psikolog anak/dokter anak).
Osman (2002), menemukan bahwa penanganan yang tepat terhadap anak penderita ADHD, akan mampu meminimalisir dan mengurangi perilaku hiperaktif yang ada pada anak tersebut. Karena secara langsung mereka diarahkan untuk bisa fokus pada satu atau beberapa bidang tertentu dan aktivitas tertentu.
Osman (2002) juga menemukan bahwa anak-anak penderita ADHD yang memiliki bakat-bakat khusus, ternyata berprestasi dalam bidang yang digelutinya. Hal ini disebabkan karena mereka memang terfokus untuk melatih dan mengembangkan bakat dan keahlian tersebut. Sehingga tidak heran jika anak tersebut menjadi anak yang mahir dan bahkan memiliki bakat yang melebihi anak normal pada umumnya.
KOMENTAR SAYA:
Menurut saya, anak-anak penderita gangguan ADHD adalah sesuatu hal yang ada dan memang terjadi di sekitar kita. anak-anak dengan ADHD sama saja dengan anak-anak normal lainnya, yang membuat mereka berbeda adalah perilaku keseharian mereka yang mungkin cenderung lebih impulsif dan meledak-ledak secara emosional. hal tersebut dapat dimaklumi , karena mereka secara perilaku memang berbeda. namun jika kita melihat dari sudut pandang lain, misalnya kita melihat bahwa kemampuan kognitif dan intelektual mereka sangat baik, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.
Anak-anak penderita ADHD biasanya memiliki aktivitas tertentu yang unik dan khas, yang biasanya sering mereka lakukan atau tampilkan. perilaku atau aktivitas tersebut bersifat konstan, stabil dan cenderung konsisten. mereka bisa melkuakn akltivitas atau perilaku yang sama selama berjam-jam lamanya.
namun perilaku mengulang tersebut ternyata memang bisa membuat mereka nyaman, bahkan mereka tampak mahir melakukannya.
sebagai contoh, pada kasus-kasus tertentu ada beberapa anak penderita ADHD memiliki bakat dalam bidang musik, entah itu memainkan suatu alat musik atau bahkan bakat dalam bernyanyi. hal tersebut mereka lakukan karena dengan bermain musik, hal tersebut membuat mereka tenang dan nyaman. mereka mendapatkan suatu ketenangan yang mengasyikan, yang jika tidak mereka lakukan mereka akan menangis atau bahkan melakukan hal-hal yang buruk.
sebagai orang tua atau pendidik, justru harus bisa mengarahkan bakat musik tersebut kearah yang lebih baik, kita bisa membimbing mereka, mengarahkan, mengajarkan dan juga memberikan fasilitas yang dapat menunjang hal tersebut. perlahan-lahan proses belajar tersebut akan membuat anak tersebut mahir dalam bidang musik.
karean tidak sedkit anak-anak dengan ADHD, memang jenius dan sangat berbakat dalam bidang-bidang tertentu, yang dalam hal ini adalah bidang musik.
Daftar Pustaka:
Hurlock, E. (1998). Children language acquasition. Journal of social psychology & personality. Volume. 09. Num. 23. November. Washington DC: American Psychological Association.
Mulyono, H. (2003). JPS : Motivasi belajar pada anak-anak penderita ADHD. Jurnal Psikologi Sosial. Volume 3, No. 09. Jakarta : Fakultas Psikologi UI
Taylor, R. (1998). The child as citizen: implications for the science and practice of child development. Journal of international society for the study of behavioral development. Number 2 Serial No. 38. Ontario: Canada
Osman, D. (2002). Emotion, obedience, adjusment & crime: Studies of Childrens in New York City. New York : Academic Press.
Siswadi, U. (2004). Hubungan antara iklim kelas, kreativitas, motivasi berprestasi dengan prestasi belajar anak penderita ADHD di panti asuhan. Tesis.(Tidak Diterbitkan). Jakarta : Universitas Katolik Atma Jaya.
Simanjuntak, R J., & Pasaribu, T. (1984). Psikologi Abnormal: Sebuah pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rahmat, W. (2003). Mensikapi perubahan anak dan remaja dengan dramatis. Yogyakarta: Jalasutra
Suryana, T. (2004). Abnormalitas pada anak. Jakarta: Balai Pustaka
Haris, L., & Liebert, M. (1987). The Child. New York: McGraw Hill, Inc
KREATIVITAS PADA ANAK PENDERITA ADHD
KREATIVITAS PADA ANAK ADHD (Attention Defisit and Hyperactivity Disorder)
(Anak ADHD Yang Memiliki Kreativitas Dalam Bidang Musik)
Anak adalah titipan Tuhan Bagi setiap orang, makna memiliki seorang anak adalah hal yang tidak tergantikan dengan harta apapun di dunia ini. Setiap orangtua selalu berdoa dan berharap agar memiliki seorang anak yang sehat, baik secara fisik maupun sehat secara psikologis. Oleh karrena itu seorang ibu akan selalu menjaga si anak tersebut sejak ia masih berada dalam kandungan hingga ia lahir dan bahkan hingga ia memasuki masa-masa peralihan dari usia remaja ke masa dewasa (Hurlock, 1998).
Namun, tidak semua orangtua memiliki harapan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Bahkan ada beberapa orang tua yang harus ikhlas dan menerima seorang nak anak ketika anak tersebut tumbuh dalam kondisi dan skeadaan fisik ataupun kondisi psikologis yang tidak normal. Salah satunya adalah memiliki anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD).
Hiperaktif adalah suatu kondisi dimana anak tidak bisa diam untuk beberapa waktu sekalipun atau mempunyai taraf aktivitas berlebihan. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention definit and hyperactivity disorder (ADHD), kondisi ini disebut juga gangguan kinetik (dahulu minimal brain disfungsion syndrome).
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sebenarnya sudah dikenal lama oleh masyarakat, tetapi dengan istilah yang berbeda. Sejarah gangguan ADHD/GPPH telah mendapatkan berbagai label, mencerminkan berbagai pandangan tentang penyebab (etiologi) nya. Apabila melihat terminologinya, kita dapat mengelompokannya menjadi dua. Kelompok pertama, dengan istilah “Minimal Brain Damage” dan “Minimal Brain Dysfunction”; mencerminkan gagasan mengenai asumsi tentang penyebab (etiologi) gangguan, dan kedua, dengan terminologi seperti “Hyperkinetik Reactions of Childhood”.”Hyperkinetik Child Sydrome”, dan “Attention Deficit Hyperactivity Disorder”; menggambarkan tingkah laku yang dilihat dalam gangguan ini. (DeClerq dalam Mulyono , 2003).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attension Definit Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam, bahkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran dikelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan pada umumnya disukai anak-anak seusia mereka, sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain. Ini mengandung arti bahwa dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka cenderung tidak memperoleh kepuasan sebanyak yang dikehendaki. (Taylor, 1998).
Hiperaktif pada anak merupakan gangguan tingkah laku, yaitu bereaksi lebih cepat terhadap suatu rangsangan dan timbul kelelahan akan lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak yang normal (Osman, 2002).
Sebuah kondisi hiperkatif, tidak dapat diketahui secara langsung sejak individu lahir. Pada umumnya gejala-gejala hiperaktif (ADHD) baru muncul atau terlihat ketika ia memasuki usia 1 tahun. Dan perilaku hiperaktif yang munculpun belum dapat dikategorikan sebagai perilaku hiperaktif (ADHD), karena untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan, observasi lebih lanjut lagi oleh seorang ahli (Psikolog Anak) (Siswadi, 2004).
Disnilah peran aktif orang tua untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai gejala-gejala atau semua hal yang berkaitan dengan hiperkatif ataupun gangguan pemusatan perhatian (ADHD). Sehingga anak yang memiliki gejala awal hiperaktif dapat diberikan penanganan lebih awal lagi oleh ahli yang terkait.
Simanjutak dan Pasaribu (1984) menjelaskan beberapa ciri umum seorang anak apat dikategorikan mengalami gangguan hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (Impulsiviness), antara lain : suka memainkan tangan atau kaki mengeliat-geliat ditempat duduk, meninggalkan tempat duduk dikelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia diharuskan duduk tenang, suka berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi diman perilaku itu tidak tepat, terus menerus “sibuk” atau perilaku seakan-akan “digerakan oleh tenaga motor”, bicara tanpa henti, menjawab pertanyan tanpa berfikir sebelum pertanyaan tersebut selesai, mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan yang terstruktur lain, enggangu orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan).
Eisenberg (dalam simanjuntak & Pasaribu, 1984) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak hiperaktif yang terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Segi motorik
Anak tersebut selalu bergerak, tidak dapat duduk tenang dengan sesaat, anggota badannya selalu bergerak, meraba sesutu yang terlihat olehnya. Dalam kelompoknya anak hiperaktif selalu menarik perhatian karena menunjukan aktivitas yang berlebihan.
b. Segi sensori
Anak hiperaktif mempunyai perhatian yang kurang, dan mudah dialihkan. Anak hiperaktif seolah-olah tidak pernah menghiraukan isyarat dan teguran yang diberiakan padanya. Perhatiannya tearah dari satu objek keobjek yang lain yang disenanginya atau anak tersebut mempunyai short attention span (perhatian pada suatu objek/ objek hanya berlangsung untuk waktu yang singkat).
Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung secara konstan dan bersifat konsisten, sehingga hal ini benar-benar dapat mengganggu kehidupan keseharian anak tersebut. Dampak yang diakibakan dari gangguan ini antar lain : anak menjadi terhambat dalam proses berpir dan proses belajar, karena ia memiliki gangguan pemusatan perhatian, yang membuat ia tidak fokus pada pelajaran apapun yang diberikan oleh orang tuanya ataupun oleh gurunya (Osman, 2002).
Andres (dalam Rahmat, 2003) menjelaskan bahwa banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak penderita ADHD. Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut (): Faktor Resiko biologis, yang terdiri dari adanya kehamilan yang terganggu, prematuritas, berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit keluarga. Faktor resiko psikososial, mencakup antara lain : keintiman keluarga termasuk ekspresi emosi, status anak dalam kelurga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah anggota keluarga.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Suryana (2004), berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain adalah :
a. Permisif (pemanjaan)
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak secara manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, memenuhi keinginan dan kebutuhanya, dan sebagainya. Biasanya anak yang dimanja diberikan pengarahan yang kurang dan sulit bergaul dengan teman sebayanya karena ingin menang sendiri,tidak punya tanggung jawab, berbuat sesuka hatinya , serta sering membantah.
b. Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hati, sebab perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua.
c. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi pada kesenangan umumnya memiliki ciri-ciri hiperaktif secar sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda sehingga mau untuk mendengarkan dan menyesuaikan diri, serta ingin memuaskan kebutuhan kebutuhan atau keinginanya sendiri.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki oleh anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), ternyata juga terdapat hal-hal positif yang dapat kita temukan pada anak-anak penderita Hiperaktif tersebut. Ada beberapa anak-anak penderita ADHD, ternyata memiliki bakat dan kemampuan khusus dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, bermusik, olah raga dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada bakat dan kreativitas dalam hal bermusik.
Ada beberapa anak penderita ADHD yang terdapat di beberapa klinik dan sekolah khusus, memiliki bakat-bakat tertentu dalam berbagai bidang tertentu. Sekolah ini dibangun khusus untuk mengasah dan mengembangkan bakat-bakat tersembunyi yang dimiliki oleh anak yang menderita ADHD tersebut. Dengan harapan kreativitas dan kemampuan tersebut dapat meminimalisir perilaku hiperaktif yang sering muncul pada anak tersebut (Simanjutak dan Pasaribu, 1984).
Menurut Haris & Liebert (1987), seorang anak penderita ADHD biasanya memiliki minat pada satu aktivitas tertentu. Aktivitas tersebut nerupakan aktivitas yang paling sering ia lakukan dan paling sering kita lihat. Contohnya, anak tersebut sering terlihat memainkan bola tanpa lelah dan kenal waktu, anak tersebut sering juga terlihat memainkan alat musik tertentu (seruling, drum), dan sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa, mereka juga memiliki minat dan bakat-bakat tertentu yang terpendam.
Lebih lanjut lagi Haris & Liebert (1987) menjelaskan bahwa, orang tua dan kalangan pendidik harus cermat dan lebih teliti lagi untuk mengenali minat dan bakat-bakat terpendam tersebut. Yang nantinya orang tua/pendidik bertindak sebagai pembimbing, mengarahkan serta memberikan fasilitas untuk menunjang dan mengasah minat dan bakat terpendam tersebut, yang tentu saja dibantu oleh seorang ahli (psikolog anak/dokter anak).
Osman (2002), menemukan bahwa penanganan yang tepat terhadap anak penderita ADHD, akan mampu meminimalisir dan mengurangi perilaku hiperaktif yang ada pada anak tersebut. Karena secara langsung mereka diarahkan untuk bisa fokus pada satu atau beberapa bidang tertentu dan aktivitas tertentu.
Osman (2002) juga menemukan bahwa anak-anak penderita ADHD yang memiliki bakat-bakat khusus, ternyata berprestasi dalam bidang yang digelutinya. Hal ini disebabkan karena mereka memang terfokus untuk melatih dan mengembangkan bakat dan keahlian tersebut. Sehingga tidak heran jika anak tersebut menjadi anak yang mahir dan bahkan memiliki bakat yang melebihi anak normal pada umumnya.
(Anak ADHD Yang Memiliki Kreativitas Dalam Bidang Musik)
Anak adalah titipan Tuhan Bagi setiap orang, makna memiliki seorang anak adalah hal yang tidak tergantikan dengan harta apapun di dunia ini. Setiap orangtua selalu berdoa dan berharap agar memiliki seorang anak yang sehat, baik secara fisik maupun sehat secara psikologis. Oleh karrena itu seorang ibu akan selalu menjaga si anak tersebut sejak ia masih berada dalam kandungan hingga ia lahir dan bahkan hingga ia memasuki masa-masa peralihan dari usia remaja ke masa dewasa (Hurlock, 1998).
Namun, tidak semua orangtua memiliki harapan yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Bahkan ada beberapa orang tua yang harus ikhlas dan menerima seorang nak anak ketika anak tersebut tumbuh dalam kondisi dan skeadaan fisik ataupun kondisi psikologis yang tidak normal. Salah satunya adalah memiliki anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD).
Hiperaktif adalah suatu kondisi dimana anak tidak bisa diam untuk beberapa waktu sekalipun atau mempunyai taraf aktivitas berlebihan. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktifitas (GPPH) atau attention definit and hyperactivity disorder (ADHD), kondisi ini disebut juga gangguan kinetik (dahulu minimal brain disfungsion syndrome).
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sebenarnya sudah dikenal lama oleh masyarakat, tetapi dengan istilah yang berbeda. Sejarah gangguan ADHD/GPPH telah mendapatkan berbagai label, mencerminkan berbagai pandangan tentang penyebab (etiologi) nya. Apabila melihat terminologinya, kita dapat mengelompokannya menjadi dua. Kelompok pertama, dengan istilah “Minimal Brain Damage” dan “Minimal Brain Dysfunction”; mencerminkan gagasan mengenai asumsi tentang penyebab (etiologi) gangguan, dan kedua, dengan terminologi seperti “Hyperkinetik Reactions of Childhood”.”Hyperkinetik Child Sydrome”, dan “Attention Deficit Hyperactivity Disorder”; menggambarkan tingkah laku yang dilihat dalam gangguan ini. (DeClerq dalam Mulyono , 2003).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperativitas (GPPH) atau Attension Definit Hyperactivity Disorder (ADHD), yang sering disebut hanya dengan hiperaktivitas (Hyperactivity), digunakan untuk menyatakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak menaruh perhatian dan impulsif (semaunya sendiri). Anak-anak yang hiperaktif selalu bergerak. Mereka tidak mau diam, bahkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika sedang mengikuti pelajaran dikelas yang menuntut agar mereka bersikap tenang. Mereka tidak pernah merasakan asyiknya permainan atau mainan pada umumnya disukai anak-anak seusia mereka, sebentar-sebentar mereka tergerak untuk beralih dari permainan atau mainan yang satu ke yang lain. Ini mengandung arti bahwa dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka cenderung tidak memperoleh kepuasan sebanyak yang dikehendaki. (Taylor, 1998).
Hiperaktif pada anak merupakan gangguan tingkah laku, yaitu bereaksi lebih cepat terhadap suatu rangsangan dan timbul kelelahan akan lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak yang normal (Osman, 2002).
Sebuah kondisi hiperkatif, tidak dapat diketahui secara langsung sejak individu lahir. Pada umumnya gejala-gejala hiperaktif (ADHD) baru muncul atau terlihat ketika ia memasuki usia 1 tahun. Dan perilaku hiperaktif yang munculpun belum dapat dikategorikan sebagai perilaku hiperaktif (ADHD), karena untuk memastikannya diperlukan pemeriksaan, observasi lebih lanjut lagi oleh seorang ahli (Psikolog Anak) (Siswadi, 2004).
Disnilah peran aktif orang tua untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai gejala-gejala atau semua hal yang berkaitan dengan hiperkatif ataupun gangguan pemusatan perhatian (ADHD). Sehingga anak yang memiliki gejala awal hiperaktif dapat diberikan penanganan lebih awal lagi oleh ahli yang terkait.
Simanjutak dan Pasaribu (1984) menjelaskan beberapa ciri umum seorang anak apat dikategorikan mengalami gangguan hiperaktivitas dan sikap kurang memperhatikan (Impulsiviness), antara lain : suka memainkan tangan atau kaki mengeliat-geliat ditempat duduk, meninggalkan tempat duduk dikelas atau meninggalkan meja makan atau kapan pun saat ia diharuskan duduk tenang, suka berjalan-jalan atau naik-naik dalam situasi diman perilaku itu tidak tepat, terus menerus “sibuk” atau perilaku seakan-akan “digerakan oleh tenaga motor”, bicara tanpa henti, menjawab pertanyan tanpa berfikir sebelum pertanyaan tersebut selesai, mengalami kesulitan untuk menunggu giliran dalam permainan atau kegiatan yang terstruktur lain, enggangu orang lain (mengganggu pembicaraan atau permainan).
Eisenberg (dalam simanjuntak & Pasaribu, 1984) mengemukakan beberapa ciri-ciri anak hiperaktif yang terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Segi motorik
Anak tersebut selalu bergerak, tidak dapat duduk tenang dengan sesaat, anggota badannya selalu bergerak, meraba sesutu yang terlihat olehnya. Dalam kelompoknya anak hiperaktif selalu menarik perhatian karena menunjukan aktivitas yang berlebihan.
b. Segi sensori
Anak hiperaktif mempunyai perhatian yang kurang, dan mudah dialihkan. Anak hiperaktif seolah-olah tidak pernah menghiraukan isyarat dan teguran yang diberiakan padanya. Perhatiannya tearah dari satu objek keobjek yang lain yang disenanginya atau anak tersebut mempunyai short attention span (perhatian pada suatu objek/ objek hanya berlangsung untuk waktu yang singkat).
Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung secara konstan dan bersifat konsisten, sehingga hal ini benar-benar dapat mengganggu kehidupan keseharian anak tersebut. Dampak yang diakibakan dari gangguan ini antar lain : anak menjadi terhambat dalam proses berpir dan proses belajar, karena ia memiliki gangguan pemusatan perhatian, yang membuat ia tidak fokus pada pelajaran apapun yang diberikan oleh orang tuanya ataupun oleh gurunya (Osman, 2002).
Andres (dalam Rahmat, 2003) menjelaskan bahwa banyak faktor yang dicurigai sebagai faktor resiko timbulnya gangguan tingkah laku pada anak-anak penderita ADHD. Faktor-faktor resiko tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut (): Faktor Resiko biologis, yang terdiri dari adanya kehamilan yang terganggu, prematuritas, berat badan lahir rendah, trauma persalinan, asfiksia, serta pola penyakit keluarga. Faktor resiko psikososial, mencakup antara lain : keintiman keluarga termasuk ekspresi emosi, status anak dalam kelurga, serta kepadatan hunian atau banyaknya jumlah anggota keluarga.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Suryana (2004), berpendapat bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif antara lain adalah :
a. Permisif (pemanjaan)
Pemanjaan dapat juga disamakan dengan memperlakukan anak secara manis, membujuk-bujuk makan, membiarkan saja, memenuhi keinginan dan kebutuhanya, dan sebagainya. Biasanya anak yang dimanja diberikan pengarahan yang kurang dan sulit bergaul dengan teman sebayanya karena ingin menang sendiri,tidak punya tanggung jawab, berbuat sesuka hatinya , serta sering membantah.
b. Kurang disiplin dan pengawasan
Anak yang kurang disiplin atau pengawasan ini akan berbuat sesuka hati, sebab perilakunya kurang dibatasi. Dan apa yang dilakukan oleh anak tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada perhatian dari orang tua.
c. Orientasi kesenangan
Anak yang memiliki kepribadian yang berorientasi pada kesenangan umumnya memiliki ciri-ciri hiperaktif secar sosio-psikologis dan harus dididik agak berbeda sehingga mau untuk mendengarkan dan menyesuaikan diri, serta ingin memuaskan kebutuhan kebutuhan atau keinginanya sendiri.
Berdasarkan penyebabnya, hiperaktif dibedakan dalan dua kelompok, yaitu faktor psikis dan fisik. Dari pemeriksaan fisik (neurolog), umumnya ditemukan bahwa, pada anak penderita hiperaktif tampak terjadi abnormalitas aktivitas otak. Data lain, seperti pematangan awal kelenjar-kelenjar tubuh, serta kerusakan atau terjadinya gangguan sistem saraf. Dari sisi psikologisnya, terjadinya tingkah laku hiperaktif lebih dipengaruhi oleh kurangnya perhatian atau cinta kasih orang tua. Akibatnya, jiwa anak mengalami kekosongan belaian kasih, sebagai kompensasi atas kondisi tersebut anak mencoba mencari pemuasan diri melalui objek lain atau tindakan untuk menggantikannya. (Robinson dalam Rahmat, 2003).
Terlepas dari segala kekurangan yang dimiliki oleh anak yang menderita gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), ternyata juga terdapat hal-hal positif yang dapat kita temukan pada anak-anak penderita Hiperaktif tersebut. Ada beberapa anak-anak penderita ADHD, ternyata memiliki bakat dan kemampuan khusus dalam suatu bidang tertentu. Misalnya, bermusik, olah raga dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada bakat dan kreativitas dalam hal bermusik.
Ada beberapa anak penderita ADHD yang terdapat di beberapa klinik dan sekolah khusus, memiliki bakat-bakat tertentu dalam berbagai bidang tertentu. Sekolah ini dibangun khusus untuk mengasah dan mengembangkan bakat-bakat tersembunyi yang dimiliki oleh anak yang menderita ADHD tersebut. Dengan harapan kreativitas dan kemampuan tersebut dapat meminimalisir perilaku hiperaktif yang sering muncul pada anak tersebut (Simanjutak dan Pasaribu, 1984).
Menurut Haris & Liebert (1987), seorang anak penderita ADHD biasanya memiliki minat pada satu aktivitas tertentu. Aktivitas tersebut nerupakan aktivitas yang paling sering ia lakukan dan paling sering kita lihat. Contohnya, anak tersebut sering terlihat memainkan bola tanpa lelah dan kenal waktu, anak tersebut sering juga terlihat memainkan alat musik tertentu (seruling, drum), dan sebagainya. Hal tersebut membuktikan bahwa, mereka juga memiliki minat dan bakat-bakat tertentu yang terpendam.
Lebih lanjut lagi Haris & Liebert (1987) menjelaskan bahwa, orang tua dan kalangan pendidik harus cermat dan lebih teliti lagi untuk mengenali minat dan bakat-bakat terpendam tersebut. Yang nantinya orang tua/pendidik bertindak sebagai pembimbing, mengarahkan serta memberikan fasilitas untuk menunjang dan mengasah minat dan bakat terpendam tersebut, yang tentu saja dibantu oleh seorang ahli (psikolog anak/dokter anak).
Osman (2002), menemukan bahwa penanganan yang tepat terhadap anak penderita ADHD, akan mampu meminimalisir dan mengurangi perilaku hiperaktif yang ada pada anak tersebut. Karena secara langsung mereka diarahkan untuk bisa fokus pada satu atau beberapa bidang tertentu dan aktivitas tertentu.
Osman (2002) juga menemukan bahwa anak-anak penderita ADHD yang memiliki bakat-bakat khusus, ternyata berprestasi dalam bidang yang digelutinya. Hal ini disebabkan karena mereka memang terfokus untuk melatih dan mengembangkan bakat dan keahlian tersebut. Sehingga tidak heran jika anak tersebut menjadi anak yang mahir dan bahkan memiliki bakat yang melebihi anak normal pada umumnya.
Langganan:
Postingan (Atom)